Selasa, 22 Januari 2013

bisnis online pasti gajian

Pertama diindonesia, Bisnis online yang terbukti membayar, kerja 1-2 jam perhari, gaji jutaan rupiah. Hanya ada di bisnis ODAP. Info selengkapnya klik http://www.penasaran.net/?ref=4ky9zk

Selasa, 13 November 2012

PRASANGKA SOSIAL PART II Wahai Tuhan kami, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekauan lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku..(QS Al-Qashash [28]: 16) PRASANGKA SOSIAL 21:05 | Author: Soleh Amini Yahman, M.si. PSi A.Definisi Prasangka Sosial Menurut Worchel dan kawan-kawan (2000) pengertian prasangka dibatasi sebagai sifat negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap suatu kelompok dan individu anggotanya. Prasangka atau prejudice merupakan perilaku negatif yang mengarahkan kelompok pada individualis berdasarkan pada keterbatasan atau kesalahan informasi tentang kelompok. Prasangka juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat emosional, yang akan mudah sekali menjadi motivator munculnya ledakan sosial. Menurut Mar’at (1981), prasangka sosial adalah dugaan-dugaan yangmemiliki nilai positif atau negatif, tetapi biasanya lebih bersifat negatif. Sedangkan menurut Brehm dan Kassin (1993), prasangka sosial adalah perasaan negatif terhadap seseorang semata-mata berdasar pada keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu. Menurut David O. Sears dan kawan-kawan (1991), prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau kelompoknya. Prasangka sosial memiliki kualitas suka dan tidak suka pada obyek yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang yang berprasangka tersebut. Selanjutnya Kartono, (1981) menguraikan bahwa prasangka merupakan penilaian yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifatnya berat sebelah dan dibarengi tindakan yang menyederhanakan suatu realitas. Prasangka sosial menurut Papalia dan Sally, (1985) adalah sikap negatif yang ditujukan pada orang lain yang berbeda dengan kelompoknya tanpa adanya alas an yang mendasar pada pribadi orang tersebut. Lebih lanjut diuraikan bahwa prasangka sosial berasal dari adanya persaingan yang secara berlebihan antar 2 individu atau kelompok. Selain itu proses belajar juga berperan dalam pembentukan prasangka sosial dan kesemuanya ini akan terintegrasi dalam kepribadian seseorang. Allport, (dalam Zanden, 1984) menguraikan bahwa prasangka social merupakan suatu sikap yang membenci kelompok lain tanpa adanya alasan yang objektif untuk membenci kelompok tersebut. Selanjutnya Kossen, (1986) menguraikan bahwa prasangka sosial merupakan gejala yang interen yang meminta tindakan pra hukum, atau membuat keputusan-keputusan berdasarkan bukti yang tidak cukup. Dengan demikian bila seseorang berupaya memahami orang lain dengan baik maka tindakan prasangka sosial tidak perlu terjadi. Menurut Sears individu yang berprasangka pada umumnya memiliki sedikit pengalaman pribadi dengan kelompok yang diprasangkai. Prasangka cenderung tidak didasarkan pada fakta-fakta objektif, tetapi didasarkan pada fakta-fakta yang minim yang diinterpretasi secara subjektif. Jadi, dalam hal ini prasangka melibatkan penilaian apriori karena memperlakukan objek sasaran prasangka (target prasangka) tidak berdasarkan karakteristik unik atau khusus dari individu, tetapi melekatkan karakteristik kelompoknya yang menonjol B. Ciri-Ciri Prasangka Sosial Ciri-ciri prasangka sosial menurut Brigham (1991) dapat dilihat dari kecenderungan individu untuk membuat kategori sosial (social categorization). Kategori sosial adalah kecenderungan untuk membagii dunia sosial menjadi dua kelompok, yaitu“kelompok kita” ( in group ) dan “kelompok mereka” (out group). In group adalah kelompok sosial dimana individu merasa dirinya dimiliki atau memiliki (“kelompok kami”). Sedangkan out group adalah grup di luar grup sendiri (“kelompok mereka”). Timbulnya prasangka sosial dapat dilihat dari perasaanin group dan out group yang menguat. Ciri-ciri dari prasangka sosial berdasarkan penguatan perasaan in group dan out group adalah : 1. Proses generalisasi terhadap perbuatan anggota kelompok lain. Menurut Ancok dan Suroso (1995), jika ada salah seorang individu darikelompok luar berbuat negatif, maka akan digeneralisasikan pada semua anggota kelompok luar. Sedangkan jika ada salah seorang individu yang berbuat negatif dari kelompok sendiri, maka perbuatan negaitf tersebut tidak akan digeneralisasikan pada anggota kelompok sendiri lainnya. 2. Kompetisi social Kompetisi sosial merupakan suatu cara yang digunakan oleh anggota kelompok untuk meningkatkan harga dirinya dengan membandingkan kelompoknya dengan kelompok lain dan menganggap kelompok sendiri lebih baik daripada kelompok lain. 3. Penilaian ekstrim terhadap anggota kelompok lain Individu melakukan penilaian terhadap anggota kelompok lain baik penilaian positif ataupun negatif secara berlebihan. Biasanya penilaian yang diberikan berupa penilaian negatif. 4. Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu. Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu biasanya dikaitkan dengan stereotipe. Stereotipe adalah keyakinan (belief ) yang menghubungkan sekelompok individu dengan ciri-ciri sifat tertentu atau anggapan tentang ciri-ciri yang dimiliki oleh anggota kelompok luar. Jadi, stereotipe adalah prakonsepsi ide mengenai kelompok, suatu image yang pada umumnya sangat sederhana, kaku, dan klise serta tidak akurat yang biasanya timbul karena proses generalisasi. Sehingga apabila ada seorang individu memiliki stereotype yang relevan dengan individu yang mempersepsikannya, maka akan langsung dipersepsikan secara negatif. 5. Perasaan frustasi (scope goating). Menurut Brigham (1991), perasaan frustasi (scope goating) adalah rasa frustasi seseorang sehingga membutuhkan pelampiasan sebagai objek atas ketidakmampuannya menghadapi kegagalan. Kekecewaan akibat persaingan antar masing-masing individu dan kelompok menjadikan seseorang mencari pengganti untuk mengekspresikan frustasinya kepada objek lain. Objek lain tersebut biasanya memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan dengan dirinya sehingga membuat individu mudah berprasangka. 6. Agresi antar kelompok Agresi biasanya timbul akibat cara berpikir yang rasialis, sehingga menyebabkan seseorang cenderung berperilaku agresif. 7. Dogmatisme Dogmatisme adalah sekumpulan kepercayaan yang dianut seseorang berkaitan dengan masalah tertentu, salah satunya adalah mengenai kelompok lain. Bentuk dogmatisme dapat berupa etnosentrisme dan favoritisme. Etnosentrisme adalah paham atau kepercayaan yang menempatkan kelompok sendiri sebagai pusat segala-galanya. Sedangkan, favoritisme adalah pandangan atau kepercayaan individu yang menempatkan kelompok sendiri sebagai yang terbaik, paling benar, dan paling bermoral. B. Sumber-Sumber Penyebab Prasangka Sosial Sumber penyebab prasangka secara umum dapat dilihat berdasarkan tiga pandangan, yaitu : 1. Prasangka Sosial. Sumber prasangka sosial, antara lain : a. Ketidaksetaraan Sosial . Ketidaksetaraan sosial ini dapat berasal dari ketidaksetaraan status dan prasangka serta agama dan prasangka. Ketidaksetaraan status dan prasangka merupakan kesenjangan atau perbedaan yang mengiring ke arah prasangka negatif. Sebagai contoh, seorang majikan yang memandang budak sebagai individu yang malas, tidak bertanggung jawab, kurang berambisi, dan sebagainya, karena secara umum ciri-ciri tersebut ditetapkan untuk para budak. Agama juga masih menjadi salah satu sumber prasangka. Sebagai contoh kita menganggap agama yang orang lain anut itu tidak sebaik agama yang kita anut. b. Identitas Sosial : Identitas sosial merupakan bagian untuk menjawab “siapa aku?” yang dapat dijawab bila kita memiliki keanggotaan dalam sebuah kelompok. Kita megidentifikasikan diri kita dengan kelompok tertentu (in group), sedangkan ketika kita dengan kelompok lain kita cenderung untuk memuji kebaikan kelompok kita sendiri. c. Konformitas Konformitas juga merupakan salah satu sumber prasangka sosial. Menurut penelitian bahwa orang yang berkonformitas memiliki tingkat prasangka lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak berkonformitas 2. Prasangka secara Emosional Prasangka secara Emosional sering kali timbul dipicu oleh situasi sosial, pada hal faktor emosi juga dapat memicu prasangka sosial. Secara emosional, prasangka dapat dipicu oleh frustasi dan agresi, kepribadian yang dinamis, dan kepribadian otoriter. a. Frustasi dan Agresi Rasa sakit sering membangkitkan pertikaian. Salah satu sumber frustasi adalah adanya kompetisi. Ketika dua kelompok bersaing untuk memperebutkan sesuatu, misalnya pekerjaan, rumah, dan derajat sosial, pencapaian goal salah satu pihak dapat menjadikan frustasi bagi pihak yang lain. b. Kepribadian yang dinamis Status. Untuk dapat merasakan diri kita memiliki status, kita memerlukan adanya orang yang memiliki status dibawah kita. Salah satu kelebihan psikologi tentang prasangka adalah adanya sistem status, yaitu perasaan superior. Contohnya adalah ketika kita mendapatkan nilai terbaik dikelas, kita merasa menang dan dianggap memiliki status yang lebih baik. c. Kepribadian Otoriter . Emosi yang ikut berkontribusi terhadap prasangka adalah kepribadian diri yang otoriter. Sebagai contoh, pada studi orang dewasa di Amerika, Theodor Adorno dan kawan-kawan (1950) menemukan bahwa pertikaian terhadap kaum Yahudi sering terjadi berdampingan dengan pertikaian terhadap kaum minoritas. 3. Prasangka Kognitif Memahami stereotipe dan prasangka akan membantu memahami bagimana otak bekerja. Selama sepuluh tahun terakhir, pemikiran sosial mengenai prasangka adalah kepercayaan yang telah distereotipekan dan sikap prasangka timbul tidak hanya karena pengkondisian sosial, sehingga mampu menimbulkan pertikaian,akan tetapi juga merupakan hasil dari proses pemikiran yang normal. Sumber prasangka kognitif dapat dilihat dari kategorisasi dan simulasi distinktif. Kategorisasi merupakan salah satu cara untuk menyedehanakan lingkungan kita, yaitu dengan mengkelompokkan objek-objek berdasarkan kategorinya. Biasanya individu dikategorikan berdasarkan jenis kelamin dan etnik. Sebagai contoh, Tom (45 tahun), orang yang memiliki darah Afrika-Amerika. Dia merupakan seorang agen real estat di Irlandia Baru. Kita memiliki gambaran dirinya adalah seorang pria yang memiliki kulit hitam, daripada kita menggambarkannya sebagai pria berusia paruh baya, seorang bisnisman, atau penduduk bagian selatan. Berbagai penelitian mengekspos kategori orang secara spontan terhadap perbedaan ras yang menonjol. Selain menggunakan kategorisasi sebagai cara untuk merasakan dan mengamati dunia, kita juga akan menggunakan stereotipe. Seringkali orang yang berbeda, mencolok, dan terlalu ekstrim dijadikan perhatian dan mendapatkan perlakuan yang kurang ajar. Berdasarkan pada perspektif tersebut, sumber utama penyebab timbulnya prasangka adalah faktor individu dan sosial. Menurut Blumer, (dalam Zanden, 1984) salah satu penyebab terjadinya prasangka sosial adalah adanya perasaan berbeda dengan kelompok lain atau orang lain misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Berkaitan dengan kelompok mayoritas dan minoritas tersebut di atas Mar’at,(1988) menguraikan bahwa prasangka sosial banyak ditimbulkan oleh beberapa hal sebagai berikut : o Kekuasaan faktual yang terlihat dalam hubungan kelompok mayoritas dan minoritas. o Fakta akan perlakuan terhadap kelompok mayoritas dan minoritas. o Fakta mengenai kesempatan usaha antara kelompok mayoritas dan minoritas. Fakta mengenai unsur geografik, dimana keluarga kelompok mayoritas dan minoritas menduduki daerah-daerah tertentu. o Posisi dan peranan dari sosial ekonomi yang pada umumnya dikuasai kelompok mayoritas o Potensi energi eksistensi dari kelompok minoritas dalam mempertahankan hidupnya Prasangka sosial terhadap kelompok tertentu bukanlah suatu tanggapan yangdibawa sejak lahir tetapi merupakan sesuatu yang dipelajari. Menurut Kossen(1986) seseorang akan belajar dari orang lain atau kelompok tertentu yang menggunakan jalan pintas mental prasangka. Jadi, seseorang memiliki prasangka terhadap orang lain karena terjadinya proses belajar. C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prasangka Sosial : Proses pembentukan prasangka sosial menurut Mar’at (1981) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. Pengaruh Kepribadian : Dalam perkembangan kepribadian seseorang akan terlihat pula pembentukan prasangka sosial. Kepribadian otoriter mengarahkan seseorang membentuk suatu konsep prasangka sosial, karena ada kecenderungan orang tersebut selalu merasa curiga, berfikir dogmatis dan berpola pada diri sendiri. 2. Pendidikan dan Status : Semakin tinggi pendidikan seseorang dan semakin tinggi status yang dimilikinya akan mempengaruhi cara berfikirnya dan akan meredusir prasangka sosial. 3. Pengaruh Pendidikan Anak oleh Orangtua : Dalam hal ini orang tua memiliki nilai-nilai tradisional yang dapat dikatakan berperan sebagai family ideologi yang akan mempengaruhi prasangka sosial. 4. Pengaruh Kelompok ; Kelompok memiliki norma dan nilai tersendiri dan akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial pada kelompok tersebut. Oleh karenanya norma kelompok yang memiliki fungsi otonom dan akan banyak memberikan informasi secara realistis atau secara emosional yang mempengaruhi sistem sikap individu. 5. Pengaruh Politik dan Ekonomi ; Politik dan ekonomi sering mendominir pembentukan prasangka sosial. Pengaruh politik dan ekonomi telah banyak memicu terjadinya prasangka social terhadap kelompok lain misalnya kelompok minoritas. 6. Pengaruh Komunikasi ; Komunikasi juga memiliki peranan penting dalam memberikan informasi yang baik dan komponen sikap akan banyak dipengaruhi oleh media massa seperti radio, televisi, yang kesemuanya hal ini akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial dalam diri seseorang. 7. Pengaruh Hubungan Sosial : Hubungan sosial merupakan suatu media dalam mengurangi atau mempertinggi pembentukan prasangka sosial. Sehubungan dengan proses belajar sebagai sebab yang menimbulkan terjadinya prasangka sosial pada orang lain, maka dalam hal ini orang tua dianggap sebagai guru utama karena pengaruh mereka paling besar pada tahap modeling pada usia anak-anak sekaligus menanamkan perilaku prasangka social kepada kelompok lain. Modelling sebagai proses meniru perilaku orang lain pada usia anak-anak, maka orang tua dianggap memainkan peranan yang cukup besar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashmore dan DelBoka,(dalam Sears et all, 1985) yang menunjukkan bahwa orang tua memiliki peranan yang penting dalam pembentukan prasangka sosial dalam diri anak. Jadi, terdapat korelasi antara sikap etnis dan rasial orang tua dengan sikap etnis dan rasial pada diri anak. Dari uraian singkat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa prasangka social terjadi disebabkan adanya perasaan berbeda dengan orang lain atau kelompok lain. Selain itu prasangka sosial disebabkan oleh adanya proses belajar, juga timbul disebabkan oleh adanya perasaan membenci antar individu atau kelompok misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Rose (dalam Gerungan, 1991) menguraikan bahwa faktor yang mempengaruhi prasangka sosial adalah faktor kepentingan perseorangan atau kelompok tertentu,yang akan memperoleh keuntungan atau rezekinya apabila mereka memupuk prasangka sosial. Prasangka sosial yang demikian digunakan untuk mengeksploitasi golongan-golongan lainnya demi kemajuan perseorangan atau golongan sendiri. Prasangka sosial pada diri seseorang menurut Kossen (1986) dipengaruhi oleh ketidaktahuan dan ketiadaan tentang objek atau subjek yang diprasangkainya. Seseorang sering sekali menghukum atau memberi penilaian yang salah terhadap objek atau subjek tertentu sebelum memeriksa kebenarannya, sehingga orang tersebut memberi penilaian tanpa mengetahui permasalahannya dengan jelas, atau dengan kata lain penilaian tersebut tidak didasarkan pada fakta-fakta yang cukup. Selanjutnya Gerungan, (1991) menguraikan bahwa prasangka sosial dipengaruhioleh kurangnya pengetahuan dan pengertian akan fakta-fakta kehidupan yang sebenarnya dari golongan-golongan orang yang diprasangkainya. II. TEORI TEORI PRASANGKA SOSIAL Prasangka merupakan hasil dari interaksi sosial, maka prasangka sebagian besar disebabkan oleh faktor sosial. Berikut terdapat beberapa teori psikologi yang dapat menjelaskan bagaimana faktor sosial yang telah dijelaskan diatas dapat menyebabkan munculnya prasangka dan mengapa prasangka muncul dalam interaksi sosial, yaitu : teori konflik realistik, teori belajar sosial, teori kognitif,teori psikodinamika, teori kategorisasi sosial, teori perbandingan sosial, teoribiologi dan deprivasi relative 1. Teori Konflik Realistik Teori ini memandang bahwa terjadinya kompetisi (biasanya persaingan memperoleh sumber-sumber langka, seperti ekonomi dan kekuasaan) dan konflik antar kelompok dapat meningkatkan kecenderungan untuk berprasangka dan mendiskriminasikan anggota out group. Kompetisi yang terjadi antara dua kelompok yang saling mengancam akan menimbulkan permusuhan dan menciptakan penilaian negatif yang bersifat timbale balik. Jadi, prasangka merupakan konsekuensi dari konflik nyata yang tidak dapat dielakan. Judd dan Park (1988) menyatakan bahwa ketika kelompok ada dalam situasi kompetisi maka akan memunculkan efek homogenitas out group , yaitu kecenderungan untuk m elihat semua anggota dari out group adalah sama atau homogen semakin intensif. LeVine dan Campbel (1972) menyebut kompetisi yang terjadi sebagai konflik kelompok yang realistik. Biasanya terjadi karena kedua kelompok bersaing untuk memperebutkan sumber langka yang sama. Contoh dari teori konflik realistik adalah prasangka anti-Negro di Selatan (Amerika Serikat) yang menyatakan bahwa penyebabnya adalah konflik kelompok yang realistis. Pada saat itu, di daerah Selatan relatif miskin, dan sangat tergantung pada perkebunan kapuk dan tembakau, serta industri yang relatif kecil. Ladang kerja sedikit dan jauh, sehingga kelas pekerja berdasarkan jenis kulit mengalami persaingan. Individu negro merupakan pekerja yang tidak terampil dan kurang terdidik berusaha memperebutkan ladang kerja yang langka itu dengan individu kulit putih yang pada dasarnya merupakan pekerja yang terampil dan terdidik. Berdasarkan teori, konflik yang terjadi antara kedua kelompok tersebut menumbuhkan rasialisme dan menunjang timbulnya diskriminasi kerja terhadap individu Negro, karena individu kulit putih memiliki kekuatan ekonomi dan politik yang lebih besar. 2. Teori Belajar Sosial Menurut teori belajar sosial, prasangka adalah sesuatu yang dipelajari seperti halnya individu belajar nilai-nilai sosial yang lain. Prasangka biasanya diperoleh anak-anak melalui proses sosialisasi. Anak-anak banyak yang menginternalisasikan norma-norma mengenai stereotipe dan perilaku antar kelompok yang ditetapkan oleh orang tua dan teman sebaya. Selain dari orang tua dan teman sebaya, media massa juga menjadi sumber anak untuk mempelajari stereotipe dan prasangka. Contoh dari teori belajar sosial adalah di Amerika, banyak anak kulit putih yang mungkin melihat tuanya bersikap diskriminatif terhadap individu kulit hitam, mendengar ucapan-ucapan orang tuanya yang meremehkan kulit hitam, dan melarang anaknya untuk bermain dengan anak-anak kulit hitam. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka akan mendengar pembicaraan teman-teman sebayanya yang mengatakan bahwa individu kulit hitam adalah jelek dan mereka akan dikucilkan jika kelihatan bermain dengan kulit hitam. Orang tua mereka juga menekankan cerita-cerita yang mengatakan individu kulit hitam merupakan pelanggar hukum. Sehingga dari kejaadian-kejadian tersebut anak diajarkan untuk berprasangka terhadap individu kulit hitam. Anak-anak memiliki model orang tua dan teman sebaya yanag berprasangka dan juga menghukum jika ia bermain dengan individu kulit hitam, dengan demikian anak belajar untuk membenci kulit hitam. 3. Teori Kognitif Teori kognitif menjelaskan bagaimana cara individu berpikir mengenai prasangka (objek yang dijadikan sasaran untuk diprasangkai) dan bagaimana individu memproses informasi dan memahami secara subjektif mengenai dunia dan individu lain. Dalam mengamati individu lain, seseorang berusaha mengembangkan kesan yang terstruktur mengenai individu lain dengan cara melakukan proses kategorisasi. Kategorisasi sering kali didasarkan pada isyarat yang sangat jelas dan menonjol, seperti warna kulit, bentuk tubuh, dan logat bahasa. Berdasarkan teori kognitif, prasangka timbul karena adanya atribusi dan perbedaan antara in group dan out group a. Teori AtribusiAtribusi adalah proses bagaimana kita mencoba menafsirkan dan menjelaskan perilaku individu lain, yaitu untuk melihat sebab tindakan mereka. Menurut teori atribusi, prasangka disebabkan oleh individu sebagai pengamat melakukan atribusi yang “bias” terhadap target prasangka. Thomas Pettigrew (1979), Emmot,Pettigrew, dan Johnson (1983) mengemukakan bahwa individu yang berprasangka cenderung melakukan ultimate attribution error ”, yang merupakan perluasan dari “fundamental attribution error ”. Pettigrew juga menyebutkan adanya ketidakkonsistenan atribusi individu yang berprasangka terjadi karena target prasangka menunjukkan perilaku positif, yaitu : • Kasus yang terkecuali (exceptional case) Individu yang berprasangka akan memandang tindakan positif individu yang ditunjukkan target prasangka sebagai kasus yang terkecuali. Sebagai contoh,individu kulit putih yang melihat individu kulit hitam memiliki perilaku yang baik akan menyebutkan bahwa individu kulit hitam tersebut berbeda dari individu kulit hitam lainnya. • Nasib baik atau keberuntungan istimewa (luck or special advantage) Individu yang berprasangka melihat target prasangka bertindak positif, maka mereka akan mempersepsikan hal tersebut bukan sebagai potensi atau pembawaan yang baik dari target prasangka, melainkan target prasangka sedang mengalami nasib baik atau mendapatkan keberuntungan. • Konteks situasional Individu yang berprasangka melihat target prasangka bertindak positif, makamereka akan mempersepsikan hal tersebut lebih banyak dipengaruhi olehfaktor paksaan situasi (konformitas), bukan disebabkan oleh faktor disposisikepribadiannya. • Usaha dan motivasi yang tinggiIndividu yang berprasangka melihat target prasangka bertindak positif (misalnya berprestasi), maka mereka akan mempersepsikan hal tersebut bukansebagai usaha dan motivasi target prasangka untuk mencapai kesuksesan,bukan karena kemampuannya. • In group dan out group Secara umum, in group dapat diartikan sebagai suatu kelompok dimanaseseorang mempunyai perasaan memiliki dan “common identity” (identitasumum). Sedangkan out group adalah suatu kelompok yang dipersepsikan jelasberbeda dengan “ in group ”. Adanya perasaan “ in group” sering menimbulkan “ingroup bias”, yaitu kecenderungan untuk menganggap baik kelompoknya sendiri. Menurut Henry Tajfel (1974) dan Michael Billig (1982) In group bias merupakan refleksi perasaan tidak suka pada out group dan perasaan suka pada ingroup . Hal tersebut terjadi kemungkinan karena loyalitas terhadap kelompok yang dimilikinya yang pada umumnya disertai devaluasi kelompok lain. Berdasarkan Teori Identitas Sosial, Henry Tajfel dan John Tunner (1982)mengemukakan bahwa prasangka biasanya terjadi disebabkan oleh “in groupfavoritism”, yaitu kecenderungan untuk mendiskriminasikan dalam perlakuan yang lebih baik atau menguntungkan in group di atas out group. Berdasarkan teori tersebut, masing-masing dari kita akan berusaha meningkatkan harga diri kita,yaitu : identitas pribadi (personal identity ) dan identitas sosial yang berasal darikelompok yang kita miliki. Jadi, kita dapat memperteguh harga diri kita dengan prestasi yang kita miliki secara pribadi dan bagaimana kita membandingkan dengan individu lain. Identitas sosial merupakan keseluruhan aspek konsep diri seseorang yang berasal dari kelompok sosial mereka atau kategori keanggotaan bersama secara emosional dan hasil evaluasi yang bermakna. Artinya, seseorang memiliki kelekatan emosional terhadap kelompok sosialnya. Kelekatan itu sendiri muncul setelah menyadari keberadaannya sebagai anggota suatu kelompok tertentu.Orang memakai identitas sosialnya sebagai sumber dari kebanggaan diri danharga diri. Semakin positif kelompok dinilai maka semakin kuat identitaskelompok yang dimiliki dan akan memperkuat harga diri. Sebaliknya jikakelompok yang dimiliki dinilai memiliki prestise yang rendah maka hal itu jugaakan menimbulkan identifikasi yang rendah terhadap kelompok. Dan apabila terjadi sesuatu yang mengancam harga diri maka kelekatan terhadap kelompok akan meningkat dan perasaan tidak suka terhadap kelompok lain juga meningkat.Demikan pula akhirnya prasangka diperkuat.Sebagai upaya meningkatkan harga diri, seseorang akan selalu berusaha untuk memperoleh identitas sosial yang positif. Upaya meningkatkan identitas sosial yang positif itu diantaranya dengan membesar-besarkan kualitas kelompok sendirisementara kelompok lain dianggap kelompok yang inferior. Secara alamiah memang selalu terjadi in group bias yakni kecenderungan untuk menganggap kelompok lain lebih memiliki sifat-sifat negatif atau kurang baik dibandingkan kelompok sendiri. Tidak setiap orang memiliki derajat identifikasi yang sama terhadap kelompok. Ada yang kuat identifikasinya dan ada pula yang kurang kuat. Orang dengan identifikasi social yang kuat terhadap kelompok cenderung untuk lebih berprasangka daripada orang yang identifikasinya terhadap kelompok rendah. Secara umum derajat identifikasi seseorang terhadap kelompok dibedakan menjadi dua yakni, high identifiers dan low identifiers. High identifiers mengidentifikasikan diri sangat kuat, bangga, dan rela berkorban demi kelompok. Hal ini misalnya ditunjukkan dengan melindungi dan membela kelompok kala mendapatkan imej yang buruk. Dalam situasi yang mengancam kelompok, orang dengan high identifiers akan menyusun strategi kolektif untuk menghadapi ancaman tersebut. Sebaliknya low identifiers kurang kuat mengidentifikasikan kedalam kelompok. Orang dengan identifikasi rendah terhadap kelompok ini akan membiarkan kelompok terpecah-pecah dan melepaskan diri mereka darikelompok ketika berada dibawah ancaman. Mereka juga merasa bahwa anggota-anggota kelompok kurang homogen.Teori identitas sosial memiliki dua prediksi, yaitu : (1)ancaman terhadap hargadiri seseorang akan meningkatkan kebutuhan untuk in group favoritism dan (2)ekspresi in group pada gilirannya meningkatkan harga diri seseorang. MenurutWorchel dan kawan-kawan (2000), biasanya loyalitas dan in group favoritism akan lebih muncul dan lebih intens pada kelompok minoritas daripada kelompok mayoritas.Pada dasarnya, timbulnya in group bias selain bergantung pada tendensiseseorang untuk berinteraksi secara primer dengan anggota kelompok merekasendiri, juga bergantung pada pola interaksi yang ada antar kelompok. Jikainteraksi anatr kelompok jauh, maka gap antar kelompok akan lebar dan dapatmemperbesar kemungkinan timbulnya in group bias. 4. Teori Psikodinamika Menurut teori psikodinamika, prasangka adalah agresi yang dialihkan.Pengalihan agresi terjadi apabila sumber frustasi tidak dapat diserang karena rasatakut dan sumber frustasi itu benar-benar tidak ada. Prasangka juga dapat timbulakibat terganggunya fungsi psikologis dalam diri individu tersebut.Berdasarkan teori psikodinamika, prasangka timbul karena adanya rasafrustasi dan kepribadian yang otoriter : A. Teori Frustasi. Menurut teori frustasi, prasangka merupakan manifestasi dari “displaced aggression” sebagai akibat dari frustasi. Asumsi dasar teori ini adalah jika tujuanseseorang dirintangi atau dihalangi, maka individu tersebut akan mengalamifrustasi. Frustasi yang dialami akan membawa individu tersebut pada perasaanbermusuhan terhadap sumber penyebab frustasi. Hal itulah yang menyebabkanindividu seringkali mengkambing hitamkan individu lain yang kurang memilikikekuasaan. B. Kepribadian OtoriterAdorno, Frenkel, Brunswick, Levinson dan Sanfok (1950) pada bukunya yangberjudul The Authoritarian Personality menyebutkan bahwa prasangka adalahhasil dari karakteristik kepribadian tertentu yang disebut dengan istilahkepribadian otoriter. Tipe kepribadian ini ditandai dengan super ego yang ketatdan kaku, id yang kuat, dan struktur ego yang lemah. Kepribadian otoriterberkembang karena perasaan bermusuhan yang latent kepada oarng tua yang rigid (kaku) dan tidak terlalu banyak menuntut.Sebagai contoh, anak yang memiliki orang tua dangan pola pengasuhanotoriter akan memiliki anggapan bahwa orang tua selalu benar karena memilikikuasa akan dirinya dirumah. Hal itu dapat menyebabkan permusuhan dasar anak terhadap orang tuanya. Namun karena anak tidak berani untuk mengarahkan permusuhannya langsung kepada orang tuanya, ia akan mengarahkan permusuhanitu kepada temannya yang lemah atau tidak memiliki kekuasaan. 5. Teori Kategorisasi Sosial Dunia merupakan kekompleksan yang tiada batas. Melalui kategorisasi kita membuatnya menjadi sederhana dan bisa kita mengerti. Melalui kategorisasi kita membedakan diri kita dengan orang lain, keluarga kita dengan keluarga lain,kelompok kita dengan kelompok lain, etnik kita dengan etnik lain. Pembedaan kategori ini bisa berdasarkan persamaan atau perbedaan. Misalnya persamaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit, pekerjaan, kekayaan yang relatif sama dan sebagainya akan dikategorikan dalam kelompok yang sama. Sedangkan perbedaan dalam warna kulit, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan,tingkat pendidikan dan lainnya maka dikategorikan dalam kelompok yang berbeda. Mereka yang memiliki kesamaan dengan diri kita akan dinilai satu kelompok dengan kita atau in group . Sedangkan mereka yang berbeda dengan kita akan dikategorikan sebagai out group. Seseorang pada saat yang sama bias dikategorikan dalam in group ataupun out group sekaligus. Misalnya Sandi adalah tetangga kita, jadi sama-sama sebagai anggota kelompok pertetanggaan lingkungan RT. Pada saat yang sama ia merupakan lawan kita karena ia bekerja pada perusahaan saingan kita. Jadi, Sandi termasuk satu kelompok dengan kita (ingroup) sekaligus bukan sekelompok dengan kita (out group) . Kategorisasi memiliki dua efek fundamental yakni melebih-lebihkan perbedaan antar kelompok dan meningkatkan kesamaan kelompok sendiri. Perbedaan antar kelompok yang ada cenderung dibesar-besarkan dan itu yang sering di ekspos sementara kesamaan yang ada cenderung untuk diabaikan. Disisilain kesamaan yang dimiliki oleh kelompok cenderung sangat dilebih-lebihkan dan itu pula yang selalu diungkapkan. Sementara itu perbedaan yang ada cenderung diabaikan. Sebagai contoh perbedaan antara etnik jawa dan etnik batak akan cenderung di lebih-lebihkan, misalnya dalam bertutur kata dimana etnis jawa lembut dan etnis Batak kasar. Lalu, orang-orang seetnis cenderung untuk merasa sangat identik satu sama lain padahal sebenarnya diantara mereka relatif cukup berbeda. Ukuran kelompok adalah faktor penting dalam menilai apakah diantara anggota-anggotanya relatif sama ataukah plural. Kelompok minoritas menilai dirinya lebih similar dalam kelompok, sementara kelompok mayoritas menilai dirinya kurang similar. Anggota kelompok minoritas juga mengidentifikasikan diri lebih kuat ke dalam kelompok ketimbang anggota kelompok yang lebih besar. Kelompok yang minoritas juga menilai dirinya lebih berada di dalam ancaman dibanding kelompok yang lebih besar. Keadaan ini menyebabkan kelompok minoritas tidak mudah percaya, sangat berhati-hati dan lebih mudah berprasangka terhadap kelompok mayoritas. Kecemasan berlebih itu tidak kondusif dalam harmonisasi hubungan sosial. Karena sebagaimana yang dikatakan oleh Islam dan Hewstone (1993) hubungan yang cenderung meningkatkan kecemasan akan mengurangi sikap yang baik terhadap kelompok lain. Pengkategorian cenderung mengkontraskan antara dua pihak yang berbeda. Jika yang satu dinilai baik maka kelompok lain cenderung dinilai buruk. Kelompok sendiri biasanya akan dinilai baik, superior, dan layak dibangga kanuntuk meningkatkan harga diri. Sementara itu disaat yang sama, kelompok lain cenderung dianggap buruk, inferior, dan memalukan. Keadaan ini bias menimbulkan konflik karena masing-masing kelompok merasa paling baik. Keadaan konflik ini baik terbuka ataupun tidak melahirkan prasangka. Oakes, Haslam & Turner (1994) menyatakan bahwa kategorisasi sosial juga akanmelahirkan diskriminasi antar kelompok jika memenuhi kondisi berikut : Derajat subjek mengidentifikasi dengan kelompoknya. Semakin tinggi derajat identifikasi terhadap kelompok semakin tinggi kemungkinan melakukan diskriminasi. Menonjol tidaknya kelompok lain yang relevan. Bila kelompok yang relevan cukup menonjol maka kecenderungan untuk terjadi diskriminasi juga besar. Derajat dimana kelompok dibandingkan pada dimensi-dimensi itu (kesamaan,kedekatan, perbedaan yang ambigu). Semakin sama, semakin dekat, dan semakin ambigu yang dibandingkan maka kemungkinan diskriminasi akan mengecil. Penting dan relevankah membandingkan dimensi-dimensi dengan identitas kelompok. Semakin penting dan relevan dimensi yang dibandingkan dengan identitas kelompok maka kemungkinan diskriminasi juga semakin besar.Status relatif in group dan karakter perbedaan status antar kelompok yang dirasakan. Semakin besar perbedaan yang dirasakan maka diskriminasi juga semakin mungkin terjadi 6. Teori Perbandingan Sosial Kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain dan kelompok kitadengan kelompok lain. Hal-hal yang dibandingkan hampir semua yang kita miliki,mulai dari status sosial, status ekonomi, kecantikan, karakter kepribadian dansebagainya. Konsekuensi dari pembandingan adalah adanya penilaian sesuatulebih baik atau lebih buruk dari yang lain. Melalui perbandingan sosial kita jugamenyadari posisi kita di mata orang lain dan masyarakat. Kesadaran akan posisiini tidak akan melahirkan prasangka bila kita menilai orang lain relatif memilikiposisi yang sama dengan kita. Prasangka terlahir ketika orang menilai adanyaperbedaan yang mencolok. Artinya keadaan status yang tidak seimbanglah yangakan melahirkan prasangka (Myers, 1999). Dalam masyarakat yang perbedaankekayaan anggotanya begitu tajam prasangka cenderung sangat kuat. Sebaliknyabila status sosial ekonomi relatif setara prasangka yang ada kurang kuat.Para sosiolog menyebutkan bahwa prasangka dan diskriminasi adalah hasildari stratifikasi sosial yang didasarkan distribusi kekuasaan, status, dan kekayaanyang tidak seimbang diantara kelompok-kelompok yang bertentangan (Manger,1991). Dalam masyarakat yang terstruktur dalam stratifikasi yang ketat, kelompok dominan dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk memaksakan ideologiyang menjustifikasi praktek diskriminasi untuk mempertahankan posisimenguntungkan mereka dalam kelompok sosial. Hal ini membuat kelompok dominan berprasangka terhadap pihak-pihak yang dinilai bisa menggoyahkanhegemoni mereka. Sementara itu kelompok yang didominasipun berprasangkaterhadap kelompok dominan karena kecemasan akan dieksploitasi 7. Teori Biologi. Menurut pendekatan ini prasangka memiliki dasar biologis. Hipotesisnya adalah bahwa kecenderungan untuk tidak menyukai kelompok lain dan hal-hal lain yang bukan milik kita merupakan warisan yang telah terpetakan dalam genkita. Pendekatan biologis ini berasal dari sosiobiologi. Rushton dalam Baron danByrne (1991) mengistilahkan pendekatan ini sebagai genetic similarity theory . Asumsi dari teori ini adalah bahwa gen akan memastikan kelestariannya dengan mendorong reproduksi gen yang paling baik yang memiliki kesamaan. Bukti dari hal ini adalah bisa dilacaknya nenek moyang kita melalui DNA karena kita dengan nenek moyang kita memiliki kesamaan gen. Maka, menurut teori ini orang-orang yang memiliki kemiripan satu sama lain atau yang menunjukkan pola sifat yang mirip sangat mungkin memiliki gen-gen yang lebih serupa dibandingkan dengan yang tidak memiliki kemiripan satu sama lain. Misalnya orang-orang yang berasal dari etnik yang sama memiliki gen yang relatif lebih mirip daripada dengan orang dari etnik yang berbeda. Menurut teori kesamaan gen, faktor kesamaaan gen dalam satu etnik dimungkinkan sebagai faktor yang menyebabkan individu berperilaku lebih murah hati terhadap anggota etniknya daripada kepada etnis yang berbeda. Rushton juga menyebutkan bahwa ketakutan dan kekurang percayaan terhadap orang asing telah terpola dalam gen, sebab meskipun orang asing tidak membahayakan sama sekali, kecenderungan curiga dan tidak percaya tetap ada. Hal ini memberikan kontribusi nyata terhadap munculnya prasangka. Banyak ilmuwan menolak teori sosiobiologis. Teori ini dinilai tidak bias dipertanggungjawabkan. Mereka yang menolak berpendapat bahwasanya prasangka semata-mata merupakan produk dari adanya interaksi sosial dan kecenderungan kepribadian tertentu. 8. Deprivasi Relatif Deprivasi relatif adalah keadaan psikologis dimana seseorang merasakan ketidakpuasan atas kesenjangan atau kekurangan subjektif yang dirasakannya pada saat keadaan diri dan kelompoknya dibandingkan dengan orang atau kelompok lain. Keadaan deprivasi bisa menimbulkan persepsi adanya suatu ketidakadilan. Sedangkan perasaan mengalami ketidakadilan yang muncul karena deprivasi akan mendorong adanya prasangka (Brown, 1995). Misalnya di suatu wilayah, sekelompok etnis A bermata pencaharian sebagai petani padi sawah. Masing-masing keluarga etnik tersebut mengerjakan sawah seluas 2 ha. Rata-rata hasil panen yang didapatkan setiap kali panen (1 kali setahun) adalah 8 ton padi. Mereka sangat puas dengan hasil tersebut dan merasa beruntung. Kemudian datanglah sekelompok etnis B yang juga mengerjakan sawah di wilayah itu dengan luas 2 ha per keluarga. Ternyata, hasil panenan kelompok etnis B jauh lebih banyak (14 ton sekali panen). Sejak itu muncullah ketidakpuasan etnis A terhadap hasil panennya karena mengetahui bahwa etnis B bisa panen lebih banyak. Ketidakpuasan yang dialami etnis A itu merupakan deprivasi relatif. Pada awal kedatangan etnis B, mereka disambut baik oleh etnis A. Akan tetapi setelah etnis B berhasil memanen padi di sawah barunya, mulailah timbul ketidaksukaan etnis A terhadap etnis B. Etnis A menuduh etnis B berkolusi engan petugas pengairan sehingga mendapatkan pengairan yang lebih baik karenanya hasil panennya lebih baik. Etnis A mulai merasakan adanya perlakuan yang tidak adil dari petugas pengairan terhadap mereka, meski sebenarnya tidak ada pembedaan perlakuan dari petugas tesebut. Tidak hanya itu, dalam berbagai hal etnis A pun jadi berprasangka terhadap etnis B, dan mulai tidak menerima kehadiran etnis B. Contoh diatas menggambarkan timbulnya prasangka akibat dari deprivasi relatif. Hal demikian seringkali terjadi terutama di daerah-daerah dimana terdapat penduduk asli dan penduduk pendatang yang cukup besar. Contoh paling bagus adalah daerah transmigrasi dimana penduduk asli tinggal tidak jauh dari sana. Sepanjang kondisi ekonomi penduduk asli masih lebih baik daripada transmigran,penerimaan penduduk asli terhadap transmigran akan berjalan baik. Akan tetapi begitu kondisi ekonomi pendatang menjadi lebih baik daripada penduduk asli maka mulai timbullah deprivasi relatif dari penduduk asli, hal mana mulai menimbulkan prasangka dan berbagai gejolak lainnya. Cara Mengurangi Prasangka Sosial Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan mencegah timbulnya prasangka, yaitu : 1. Melalukan kontak langsung 2. Mengajarkan pada anak untuk tidak membenci 3. Mengoptimalkan peran orang tua, guru, individu dewasa yang dianggap penting oleh anak dan media massa untuk membentuk sikap menyukai atau idak menyukai melalui contoh perilaku yang ditunjukkan (reinforcement positive). 4. Menyadarkan individu untuk belajar membuat perbedaan tentang individu lain, yaitu belajar mengenal dan memahami individu lain berdasarkankarakteristiknya yang unik, tidak hanya berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok tertentu. Menurut Worchel dan kawan-kawan (2000), upaya tersebut akan lebih efektif jika dibarengi dengan kebijakan pemerintah melalui penerapan hukum yang menjunjung tinggi adanya persamaan hak dan pemberian sanksi pada tindakan diskriminasi baik berdasarkan ras, suku, agama, jenis kelamin, usia, dan faktor-faktor lainnya.Alasan-alasan yang mendasari hukum dapat mengurangi prasangka adalah : 1. Hukum membuat diskriminasi menjadi perbuatan ilegal, sehingga akan mengurangi tindakan yang memojokkan pada kehidupan anggota-anggota minoritas. 2. Hukum membantu untuk menetapkan atau memantapkan norma-norma dalam masyarakat, yaitu hukum berperan dalam mendefinisikan jenis-jenis perilaku yang dapat diterima atau tidak dapat diterima dalam masyarakat. 3. Hukum mendorong konformitas terhadap perilaku yang non diskriminatif,yang mungkin pada akhirnya akan menghasilkan internalisasi sikap tidak berprasangka melalui proses persepsi diri atau pengurangan disonansi Dampak Prasangka Sosial Prasangka sosial menurut Rose, (dalam Gerungan, 1981) dapat merugikan masyarakat secara dan umum dan organisasi khususnya. Hal ini terjadi karena prasangka sosial dapat menghambat perkembangan potensi individu secara maksimal. Selanjutnya Steplan (1978) menguraikan bahwa prasangka sosial tidak saja mempengaruhi perilaku orang dewasa tetapi juga anak-anak sehingga dapat membatasi kesempatan mereka berkembang menjadi orang yang memiliki toleransi terhadap kelompok sasaran misalnya kelompok minoritas. Rosenbreg dan Simmons, (1971) juga menguraikan bahwa prasangka sosialakan menjadikan kelompok individu tertentu dengan kelompok individu lain berbeda kedudukannya dan menjadikan mereka tidak mau bergabung atau bersosialisasi. Apabila hal ini terjadi dalam organisasi atau perusahaan akan merusak kerjasama. Selanjutnya diuraikan bahwa prasangka sosial dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama karena prasangka sosial merupakan pengalaman yang kurang menyenangkan bagi kelompok yang diprasangkai tersebut. Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tentang dampak prasangka sosialdi atas adalah bahwa dengan adanya prasangka sosial akan mempengaruhi sikapdan tingkah laku seseorang dalam berbagai situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorang atau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggu kerjasama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapat terealisir dengan baik. PENUTUP A. Kesimpulan Prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individuyang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangkasosial ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya ataukelompoknya. Prasangka sosial memiliki kualitas suka dan tidak suka pada obyek yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilakuseseorang yang berprasangka tersebut.Ciri-ciri prasangka sosial menurut Brigham (1991) dapat dilihat darikecenderungan individu untuk membuat kategori sosial ( social categorization ).Kategori sosial adalah kecenderungan untuk membagi dunia sosial menjadi duakelompok, yaitu “kelompok kita” ( in group ) dan “kelompok mereka” ( out group ). In group adalah kelompok sosial dimana individu merasa dirinya dimiliki ataumemiliki (“kelompok kami”). Sedangkan out group adalah grup di luar grupsendiri (“kelompok mereka”).Sumber penyebab prasangka secara umum dapat dilihat berdasarkan tigapandangan, yaitu :1. Prasangka Sosial2. Prasangka Emosional3. Prasangka Kognitif Proses pembentukan prasangka sosial menurut Mar’at (1981) dipengaruhi olehbeberapa faktor yaitu;1. Pengaruh Kepribadian2. Pendidikan dan Status3. Pengaruh Pendidikan Anak oleh Orangtua4. Pengaruh Kelompok 5. Pengaruh Politik dan Ekonomi6. Pengaruh Komunikasi7. Pengaruh Hubungan Sosial 25Prasangka merupakan hasil dari interaksi sosial, maka prasangka sebagianbesar disebabkan oleh faktor sosial. Berikut terdapat beberapa teori psikologi yangdapat menjelaskan bagaimana faktor sosial yang telah dijelaskan diatas dapatmenyebabkan munculnya prasangka dan mengapa prasangka muncul dalaminteraksi sosial, yaitu : teori konflik realistik, teori belajar sosial, teori kognitif,teori psikodinamika, teori kategorisasi sosial, teori perbandingan sosial, teoribiologi dan devrisasi relatif.Dengan adanya prasangka sosial akan mempengaruhi sikap dan tingkah lakuseseorang dalam berbagai situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorangatau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggukerjasama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapatterealisir dengan baik DAFTAR PUSTAKA Dayakisni, Tri dan Hudainah. (2006). Psikologi Sosial. Malang : UMM Press.Mendatu, Achmanto. Mendefinisikan Prasangka[Online]. Tersedia :http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/ mendefinisikan-prasangka.html (12 Desember 2008).Mendatu, Achmanto. Sebab Munculnya Prasangka [Online]. Tersedia :http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/sebab-munculnya-prasangka.html (12 Desember 2008). Robert, A. Baron dan Donn Byrne. (2004). Psikologi Sosial Edisi kesepuluh Jilid1. Jakarta : Erlangga.Robert J, Sternberg. (2001). Psychology “ Search of The Human Mind” ThirdEdition. Harcout College Publisher. USA._______. (2004). Prasangka Sosial [Online]. Tersedia :http://library.usu.ac.id/download/fisip/kesos-irmawati3.pdf (12 Desember2008
PRASANGKA SOSIAL PART 1 PRASANGKA SOSIAL 21:05 | Author: Soleh Amini Yahman, M.si. PSi A.Definisi Prasangka Sosial Menurut Worchel dan kawan-kawan (2000) pengertian prasangka dibatasi sebagai sifat negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap suatu kelompok dan individu anggotanya. Prasangka atau prejudice merupakan perilaku negatif yang mengarahkan kelompok pada individualis berdasarkan pada keterbatasan atau kesalahan informasi tentang kelompok. Prasangka juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat emosional, yang akan mudah sekali menjadi motivator munculnya ledakan sosial. Menurut Mar’at (1981), prasangka sosial adalah dugaan-dugaan yangmemiliki nilai positif atau negatif, tetapi biasanya lebih bersifat negatif. Sedangkan menurut Brehm dan Kassin (1993), prasangka sosial adalah perasaan negatif terhadap seseorang semata-mata berdasar pada keanggotaan mereka dalam kelompok tertentu. Menurut David O. Sears dan kawan-kawan (1991), prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau kelompoknya. Prasangka sosial memiliki kualitas suka dan tidak suka pada obyek yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang yang berprasangka tersebut. Selanjutnya Kartono, (1981) menguraikan bahwa prasangka merupakan penilaian yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifatnya berat sebelah dan dibarengi tindakan yang menyederhanakan suatu realitas. Prasangka sosial menurut Papalia dan Sally, (1985) adalah sikap negatif yang ditujukan pada orang lain yang berbeda dengan kelompoknya tanpa adanya alas an yang mendasar pada pribadi orang tersebut. Lebih lanjut diuraikan bahwa prasangka sosial berasal dari adanya persaingan yang secara berlebihan antar 2 individu atau kelompok. Selain itu proses belajar juga berperan dalam pembentukan prasangka sosial dan kesemuanya ini akan terintegrasi dalam kepribadian seseorang. Allport, (dalam Zanden, 1984) menguraikan bahwa prasangka social merupakan suatu sikap yang membenci kelompok lain tanpa adanya alasan yang objektif untuk membenci kelompok tersebut. Selanjutnya Kossen, (1986) menguraikan bahwa prasangka sosial merupakan gejala yang interen yang meminta tindakan pra hukum, atau membuat keputusan-keputusan berdasarkan bukti yang tidak cukup. Dengan demikian bila seseorang berupaya memahami orang lain dengan baik maka tindakan prasangka sosial tidak perlu terjadi. Menurut Sears individu yang berprasangka pada umumnya memiliki sedikit pengalaman pribadi dengan kelompok yang diprasangkai. Prasangka cenderung tidak didasarkan pada fakta-fakta objektif, tetapi didasarkan pada fakta-fakta yang minim yang diinterpretasi secara subjektif. Jadi, dalam hal ini prasangka melibatkan penilaian apriori karena memperlakukan objek sasaran prasangka (target prasangka) tidak berdasarkan karakteristik unik atau khusus dari individu, tetapi melekatkan karakteristik kelompoknya yang menonjol B. Ciri-Ciri Prasangka Sosial Ciri-ciri prasangka sosial menurut Brigham (1991) dapat dilihat dari kecenderungan individu untuk membuat kategori sosial (social categorization). Kategori sosial adalah kecenderungan untuk membagii dunia sosial menjadi dua kelompok, yaitu“kelompok kita” ( in group ) dan “kelompok mereka” (out group). In group adalah kelompok sosial dimana individu merasa dirinya dimiliki atau memiliki (“kelompok kami”). Sedangkan out group adalah grup di luar grup sendiri (“kelompok mereka”). Timbulnya prasangka sosial dapat dilihat dari perasaanin group dan out group yang menguat. Ciri-ciri dari prasangka sosial berdasarkan penguatan perasaan in group dan out group adalah : 1. Proses generalisasi terhadap perbuatan anggota kelompok lain. Menurut Ancok dan Suroso (1995), jika ada salah seorang individu darikelompok luar berbuat negatif, maka akan digeneralisasikan pada semua anggota kelompok luar. Sedangkan jika ada salah seorang individu yang berbuat negatif dari kelompok sendiri, maka perbuatan negaitf tersebut tidak akan digeneralisasikan pada anggota kelompok sendiri lainnya. 2. Kompetisi social Kompetisi sosial merupakan suatu cara yang digunakan oleh anggota kelompok untuk meningkatkan harga dirinya dengan membandingkan kelompoknya dengan kelompok lain dan menganggap kelompok sendiri lebih baik daripada kelompok lain. 3. Penilaian ekstrim terhadap anggota kelompok lain Individu melakukan penilaian terhadap anggota kelompok lain baik penilaian positif ataupun negatif secara berlebihan. Biasanya penilaian yang diberikan berupa penilaian negatif. 4. Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu. Pengaruh persepsi selektif dan ingatan masa lalu biasanya dikaitkan dengan stereotipe. Stereotipe adalah keyakinan (belief ) yang menghubungkan sekelompok individu dengan ciri-ciri sifat tertentu atau anggapan tentang ciri-ciri yang dimiliki oleh anggota kelompok luar. Jadi, stereotipe adalah prakonsepsi ide mengenai kelompok, suatu image yang pada umumnya sangat sederhana, kaku, dan klise serta tidak akurat yang biasanya timbul karena proses generalisasi. Sehingga apabila ada seorang individu memiliki stereotype yang relevan dengan individu yang mempersepsikannya, maka akan langsung dipersepsikan secara negatif. 5. Perasaan frustasi (scope goating). Menurut Brigham (1991), perasaan frustasi (scope goating) adalah rasa frustasi seseorang sehingga membutuhkan pelampiasan sebagai objek atas ketidakmampuannya menghadapi kegagalan. Kekecewaan akibat persaingan antar masing-masing individu dan kelompok menjadikan seseorang mencari pengganti untuk mengekspresikan frustasinya kepada objek lain. Objek lain tersebut biasanya memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan dengan dirinya sehingga membuat individu mudah berprasangka. 6. Agresi antar kelompok Agresi biasanya timbul akibat cara berpikir yang rasialis, sehingga menyebabkan seseorang cenderung berperilaku agresif. 7. Dogmatisme Dogmatisme adalah sekumpulan kepercayaan yang dianut seseorang berkaitan dengan masalah tertentu, salah satunya adalah mengenai kelompok lain. Bentuk dogmatisme dapat berupa etnosentrisme dan favoritisme. Etnosentrisme adalah paham atau kepercayaan yang menempatkan kelompok sendiri sebagai pusat segala-galanya. Sedangkan, favoritisme adalah pandangan atau kepercayaan individu yang menempatkan kelompok sendiri sebagai yang terbaik, paling benar, dan paling bermoral. B. Sumber-Sumber Penyebab Prasangka Sosial Sumber penyebab prasangka secara umum dapat dilihat berdasarkan tiga pandangan, yaitu : 1. Prasangka Sosial. Sumber prasangka sosial, antara lain : a. Ketidaksetaraan Sosial . Ketidaksetaraan sosial ini dapat berasal dari ketidaksetaraan status dan prasangka serta agama dan prasangka. Ketidaksetaraan status dan prasangka merupakan kesenjangan atau perbedaan yang mengiring ke arah prasangka negatif. Sebagai contoh, seorang majikan yang memandang budak sebagai individu yang malas, tidak bertanggung jawab, kurang berambisi, dan sebagainya, karena secara umum ciri-ciri tersebut ditetapkan untuk para budak. Agama juga masih menjadi salah satu sumber prasangka. Sebagai contoh kita menganggap agama yang orang lain anut itu tidak sebaik agama yang kita anut. b. Identitas Sosial : Identitas sosial merupakan bagian untuk menjawab “siapa aku?” yang dapat dijawab bila kita memiliki keanggotaan dalam sebuah kelompok. Kita megidentifikasikan diri kita dengan kelompok tertentu (in group), sedangkan ketika kita dengan kelompok lain kita cenderung untuk memuji kebaikan kelompok kita sendiri. c. Konformitas Konformitas juga merupakan salah satu sumber prasangka sosial. Menurut penelitian bahwa orang yang berkonformitas memiliki tingkat prasangka lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak berkonformitas 2. Prasangka secara Emosional Prasangka secara Emosional sering kali timbul dipicu oleh situasi sosial, pada hal faktor emosi juga dapat memicu prasangka sosial. Secara emosional, prasangka dapat dipicu oleh frustasi dan agresi, kepribadian yang dinamis, dan kepribadian otoriter. a. Frustasi dan Agresi Rasa sakit sering membangkitkan pertikaian. Salah satu sumber frustasi adalah adanya kompetisi. Ketika dua kelompok bersaing untuk memperebutkan sesuatu, misalnya pekerjaan, rumah, dan derajat sosial, pencapaian goal salah satu pihak dapat menjadikan frustasi bagi pihak yang lain. b. Kepribadian yang dinamis Status. Untuk dapat merasakan diri kita memiliki status, kita memerlukan adanya orang yang memiliki status dibawah kita. Salah satu kelebihan psikologi tentang prasangka adalah adanya sistem status, yaitu perasaan superior. Contohnya adalah ketika kita mendapatkan nilai terbaik dikelas, kita merasa menang dan dianggap memiliki status yang lebih baik. c. Kepribadian Otoriter . Emosi yang ikut berkontribusi terhadap prasangka adalah kepribadian diri yang otoriter. Sebagai contoh, pada studi orang dewasa di Amerika, Theodor Adorno dan kawan-kawan (1950) menemukan bahwa pertikaian terhadap kaum Yahudi sering terjadi berdampingan dengan pertikaian terhadap kaum minoritas. 3. Prasangka Kognitif Memahami stereotipe dan prasangka akan membantu memahami bagimana otak bekerja. Selama sepuluh tahun terakhir, pemikiran sosial mengenai prasangka adalah kepercayaan yang telah distereotipekan dan sikap prasangka timbul tidak hanya karena pengkondisian sosial, sehingga mampu menimbulkan pertikaian,akan tetapi juga merupakan hasil dari proses pemikiran yang normal. Sumber prasangka kognitif dapat dilihat dari kategorisasi dan simulasi distinktif. Kategorisasi merupakan salah satu cara untuk menyedehanakan lingkungan kita, yaitu dengan mengkelompokkan objek-objek berdasarkan kategorinya. Biasanya individu dikategorikan berdasarkan jenis kelamin dan etnik. Sebagai contoh, Tom (45 tahun), orang yang memiliki darah Afrika-Amerika. Dia merupakan seorang agen real estat di Irlandia Baru. Kita memiliki gambaran dirinya adalah seorang pria yang memiliki kulit hitam, daripada kita menggambarkannya sebagai pria berusia paruh baya, seorang bisnisman, atau penduduk bagian selatan. Berbagai penelitian mengekspos kategori orang secara spontan terhadap perbedaan ras yang menonjol. Selain menggunakan kategorisasi sebagai cara untuk merasakan dan mengamati dunia, kita juga akan menggunakan stereotipe. Seringkali orang yang berbeda, mencolok, dan terlalu ekstrim dijadikan perhatian dan mendapatkan perlakuan yang kurang ajar. Berdasarkan pada perspektif tersebut, sumber utama penyebab timbulnya prasangka adalah faktor individu dan sosial. Menurut Blumer, (dalam Zanden, 1984) salah satu penyebab terjadinya prasangka sosial adalah adanya perasaan berbeda dengan kelompok lain atau orang lain misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Berkaitan dengan kelompok mayoritas dan minoritas tersebut di atas Mar’at,(1988) menguraikan bahwa prasangka sosial banyak ditimbulkan oleh beberapa hal sebagai berikut : o Kekuasaan faktual yang terlihat dalam hubungan kelompok mayoritas dan minoritas. o Fakta akan perlakuan terhadap kelompok mayoritas dan minoritas. o Fakta mengenai kesempatan usaha antara kelompok mayoritas dan minoritas. Fakta mengenai unsur geografik, dimana keluarga kelompok mayoritas dan minoritas menduduki daerah-daerah tertentu. o Posisi dan peranan dari sosial ekonomi yang pada umumnya dikuasai kelompok mayoritas o Potensi energi eksistensi dari kelompok minoritas dalam mempertahankan hidupnya Prasangka sosial terhadap kelompok tertentu bukanlah suatu tanggapan yangdibawa sejak lahir tetapi merupakan sesuatu yang dipelajari. Menurut Kossen(1986) seseorang akan belajar dari orang lain atau kelompok tertentu yang menggunakan jalan pintas mental prasangka. Jadi, seseorang memiliki prasangka terhadap orang lain karena terjadinya proses belajar. C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prasangka Sosial : Proses pembentukan prasangka sosial menurut Mar’at (1981) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. Pengaruh Kepribadian : Dalam perkembangan kepribadian seseorang akan terlihat pula pembentukan prasangka sosial. Kepribadian otoriter mengarahkan seseorang membentuk suatu konsep prasangka sosial, karena ada kecenderungan orang tersebut selalu merasa curiga, berfikir dogmatis dan berpola pada diri sendiri. 2. Pendidikan dan Status : Semakin tinggi pendidikan seseorang dan semakin tinggi status yang dimilikinya akan mempengaruhi cara berfikirnya dan akan meredusir prasangka sosial. 3. Pengaruh Pendidikan Anak oleh Orangtua : Dalam hal ini orang tua memiliki nilai-nilai tradisional yang dapat dikatakan berperan sebagai family ideologi yang akan mempengaruhi prasangka sosial. 4. Pengaruh Kelompok ; Kelompok memiliki norma dan nilai tersendiri dan akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial pada kelompok tersebut. Oleh karenanya norma kelompok yang memiliki fungsi otonom dan akan banyak memberikan informasi secara realistis atau secara emosional yang mempengaruhi sistem sikap individu. 5. Pengaruh Politik dan Ekonomi ; Politik dan ekonomi sering mendominir pembentukan prasangka sosial. Pengaruh politik dan ekonomi telah banyak memicu terjadinya prasangka social terhadap kelompok lain misalnya kelompok minoritas. 6. Pengaruh Komunikasi ; Komunikasi juga memiliki peranan penting dalam memberikan informasi yang baik dan komponen sikap akan banyak dipengaruhi oleh media massa seperti radio, televisi, yang kesemuanya hal ini akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial dalam diri seseorang. 7. Pengaruh Hubungan Sosial : Hubungan sosial merupakan suatu media dalam mengurangi atau mempertinggi pembentukan prasangka sosial. Sehubungan dengan proses belajar sebagai sebab yang menimbulkan terjadinya prasangka sosial pada orang lain, maka dalam hal ini orang tua dianggap sebagai guru utama karena pengaruh mereka paling besar pada tahap modeling pada usia anak-anak sekaligus menanamkan perilaku prasangka social kepada kelompok lain. Modelling sebagai proses meniru perilaku orang lain pada usia anak-anak, maka orang tua dianggap memainkan peranan yang cukup besar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashmore dan DelBoka,(dalam Sears et all, 1985) yang menunjukkan bahwa orang tua memiliki peranan yang penting dalam pembentukan prasangka sosial dalam diri anak. Jadi, terdapat korelasi antara sikap etnis dan rasial orang tua dengan sikap etnis dan rasial pada diri anak. Dari uraian singkat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa prasangka social terjadi disebabkan adanya perasaan berbeda dengan orang lain atau kelompok lain. Selain itu prasangka sosial disebabkan oleh adanya proses belajar, juga timbul disebabkan oleh adanya perasaan membenci antar individu atau kelompok misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Rose (dalam Gerungan, 1991) menguraikan bahwa faktor yang mempengaruhi prasangka sosial adalah faktor kepentingan perseorangan atau kelompok tertentu,yang akan memperoleh keuntungan atau rezekinya apabila mereka memupuk prasangka sosial. Prasangka sosial yang demikian digunakan untuk mengeksploitasi golongan-golongan lainnya demi kemajuan perseorangan atau golongan sendiri. Prasangka sosial pada diri seseorang menurut Kossen (1986) dipengaruhi oleh ketidaktahuan dan ketiadaan tentang objek atau subjek yang diprasangkainya. Seseorang sering sekali menghukum atau memberi penilaian yang salah terhadap objek atau subjek tertentu sebelum memeriksa kebenarannya, sehingga orang tersebut memberi penilaian tanpa mengetahui permasalahannya dengan jelas, atau dengan kata lain penilaian tersebut tidak didasarkan pada fakta-fakta yang cukup. Selanjutnya Gerungan, (1991) menguraikan bahwa prasangka sosial dipengaruhioleh kurangnya pengetahuan dan pengertian akan fakta-fakta kehidupan yang sebenarnya dari golongan-golongan orang yang diprasangkainya. II. TEORI TEORI PRASANGKA SOSIAL Prasangka merupakan hasil dari interaksi sosial, maka prasangka sebagian besar disebabkan oleh faktor sosial. Berikut terdapat beberapa teori psikologi yang dapat menjelaskan bagaimana faktor sosial yang telah dijelaskan diatas dapat menyebabkan munculnya prasangka dan mengapa prasangka muncul dalam interaksi sosial, yaitu : teori konflik realistik, teori belajar sosial, teori kognitif,teori psikodinamika, teori kategorisasi sosial, teori perbandingan sosial, teoribiologi dan deprivasi relative 1. Teori Konflik Realistik Teori ini memandang bahwa terjadinya kompetisi (biasanya persaingan memperoleh sumber-sumber langka, seperti ekonomi dan kekuasaan) dan konflik antar kelompok dapat meningkatkan kecenderungan untuk berprasangka dan mendiskriminasikan anggota out group. Kompetisi yang terjadi antara dua kelompok yang saling mengancam akan menimbulkan permusuhan dan menciptakan penilaian negatif yang bersifat timbale balik. Jadi, prasangka merupakan konsekuensi dari konflik nyata yang tidak dapat dielakan. Judd dan Park (1988) menyatakan bahwa ketika kelompok ada dalam situasi kompetisi maka akan memunculkan efek homogenitas out group , yaitu kecenderungan untuk m elihat semua anggota dari out group adalah sama atau homogen semakin intensif. LeVine dan Campbel (1972) menyebut kompetisi yang terjadi sebagai konflik kelompok yang realistik. Biasanya terjadi karena kedua kelompok bersaing untuk memperebutkan sumber langka yang sama. Contoh dari teori konflik realistik adalah prasangka anti-Negro di Selatan (Amerika Serikat) yang menyatakan bahwa penyebabnya adalah konflik kelompok yang realistis. Pada saat itu, di daerah Selatan relatif miskin, dan sangat tergantung pada perkebunan kapuk dan tembakau, serta industri yang relatif kecil. Ladang kerja sedikit dan jauh, sehingga kelas pekerja berdasarkan jenis kulit mengalami persaingan. Individu negro merupakan pekerja yang tidak terampil dan kurang terdidik berusaha memperebutkan ladang kerja yang langka itu dengan individu kulit putih yang pada dasarnya merupakan pekerja yang terampil dan terdidik. Berdasarkan teori, konflik yang terjadi antara kedua kelompok tersebut menumbuhkan rasialisme dan menunjang timbulnya diskriminasi kerja terhadap individu Negro, karena individu kulit putih memiliki kekuatan ekonomi dan politik yang lebih besar. 2. Teori Belajar Sosial Menurut teori belajar sosial, prasangka adalah sesuatu yang dipelajari seperti halnya individu belajar nilai-nilai sosial yang lain. Prasangka biasanya diperoleh anak-anak melalui proses sosialisasi. Anak-anak banyak yang menginternalisasikan norma-norma mengenai stereotipe dan perilaku antar kelompok yang ditetapkan oleh orang tua dan teman sebaya. Selain dari orang tua dan teman sebaya, media massa juga menjadi sumber anak untuk mempelajari stereotipe dan prasangka. Contoh dari teori belajar sosial adalah di Amerika, banyak anak kulit putih yang mungkin melihat tuanya bersikap diskriminatif terhadap individu kulit hitam, mendengar ucapan-ucapan orang tuanya yang meremehkan kulit hitam, dan melarang anaknya untuk bermain dengan anak-anak kulit hitam. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka akan mendengar pembicaraan teman-teman sebayanya yang mengatakan bahwa individu kulit hitam adalah jelek dan mereka akan dikucilkan jika kelihatan bermain dengan kulit hitam. Orang tua mereka juga menekankan cerita-cerita yang mengatakan individu kulit hitam merupakan pelanggar hukum. Sehingga dari kejaadian-kejadian tersebut anak diajarkan untuk berprasangka terhadap individu kulit hitam. Anak-anak memiliki model orang tua dan teman sebaya yanag berprasangka dan juga menghukum jika ia bermain dengan individu kulit hitam, dengan demikian anak belajar untuk membenci kulit hitam. 3. Teori Kognitif Teori kognitif menjelaskan bagaimana cara individu berpikir mengenai prasangka (objek yang dijadikan sasaran untuk diprasangkai) dan bagaimana individu memproses informasi dan memahami secara subjektif mengenai dunia dan individu lain. Dalam mengamati individu lain, seseorang berusaha mengembangkan kesan yang terstruktur mengenai individu lain dengan cara melakukan proses kategorisasi. Kategorisasi sering kali didasarkan pada isyarat yang sangat jelas dan menonjol, seperti warna kulit, bentuk tubuh, dan logat bahasa. Berdasarkan teori kognitif, prasangka timbul karena adanya atribusi dan perbedaan antara in group dan out group a. Teori AtribusiAtribusi adalah proses bagaimana kita mencoba menafsirkan dan menjelaskan perilaku individu lain, yaitu untuk melihat sebab tindakan mereka. Menurut teori atribusi, prasangka disebabkan oleh individu sebagai pengamat melakukan atribusi yang “bias” terhadap target prasangka. Thomas Pettigrew (1979), Emmot,Pettigrew, dan Johnson (1983) mengemukakan bahwa individu yang berprasangka cenderung melakukan ultimate attribution error ”, yang merupakan perluasan dari “fundamental attribution error ”. Pettigrew juga menyebutkan adanya ketidakkonsistenan atribusi individu yang berprasangka terjadi karena target prasangka menunjukkan perilaku positif, yaitu : • Kasus yang terkecuali (exceptional case) Individu yang berprasangka akan memandang tindakan positif individu yang ditunjukkan target prasangka sebagai kasus yang terkecuali. Sebagai contoh,individu kulit putih yang melihat individu kulit hitam memiliki perilaku yang baik akan menyebutkan bahwa individu kulit hitam tersebut berbeda dari individu kulit hitam lainnya. • Nasib baik atau keberuntungan istimewa (luck or special advantage) Individu yang berprasangka melihat target prasangka bertindak positif, maka mereka akan mempersepsikan hal tersebut bukan sebagai potensi atau pembawaan yang baik dari target prasangka, melainkan target prasangka sedang mengalami nasib baik atau mendapatkan keberuntungan. • Konteks situasional Individu yang berprasangka melihat target prasangka bertindak positif, makamereka akan mempersepsikan hal tersebut lebih banyak dipengaruhi olehfaktor paksaan situasi (konformitas), bukan disebabkan oleh faktor disposisikepribadiannya. • Usaha dan motivasi yang tinggiIndividu yang berprasangka melihat target prasangka bertindak positif (misalnya berprestasi), maka mereka akan mempersepsikan hal tersebut bukansebagai usaha dan motivasi target prasangka untuk mencapai kesuksesan,bukan karena kemampuannya. • In group dan out group Secara umum, in group dapat diartikan sebagai suatu kelompok dimanaseseorang mempunyai perasaan memiliki dan “common identity” (identitasumum). Sedangkan out group adalah suatu kelompok yang dipersepsikan jelasberbeda dengan “ in group ”. Adanya perasaan “ in group” sering menimbulkan “ingroup bias”, yaitu kecenderungan untuk menganggap baik kelompoknya sendiri. Menurut Henry Tajfel (1974) dan Michael Billig (1982) In group bias merupakan refleksi perasaan tidak suka pada out group dan perasaan suka pada ingroup . Hal tersebut terjadi kemungkinan karena loyalitas terhadap kelompok yang dimilikinya yang pada umumnya disertai devaluasi kelompok lain. Berdasarkan Teori Identitas Sosial, Henry Tajfel dan John Tunner (1982)mengemukakan bahwa prasangka biasanya terjadi disebabkan oleh “in groupfavoritism”, yaitu kecenderungan untuk mendiskriminasikan dalam perlakuan yang lebih baik atau menguntungkan in group di atas out group. Berdasarkan teori tersebut, masing-masing dari kita akan berusaha meningkatkan harga diri kita,yaitu : identitas pribadi (personal identity ) dan identitas sosial yang berasal darikelompok yang kita miliki. Jadi, kita dapat memperteguh harga diri kita dengan prestasi yang kita miliki secara pribadi dan bagaimana kita membandingkan dengan individu lain. Identitas sosial merupakan keseluruhan aspek konsep diri seseorang yang berasal dari kelompok sosial mereka atau kategori keanggotaan bersama secara emosional dan hasil evaluasi yang bermakna. Artinya, seseorang memiliki kelekatan emosional terhadap kelompok sosialnya. Kelekatan itu sendiri muncul setelah menyadari keberadaannya sebagai anggota suatu kelompok tertentu.Orang memakai identitas sosialnya sebagai sumber dari kebanggaan diri danharga diri. Semakin positif kelompok dinilai maka semakin kuat identitaskelompok yang dimiliki dan akan memperkuat harga diri. Sebaliknya jikakelompok yang dimiliki dinilai memiliki prestise yang rendah maka hal itu jugaakan menimbulkan identifikasi yang rendah terhadap kelompok. Dan apabila terjadi sesuatu yang mengancam harga diri maka kelekatan terhadap kelompok akan meningkat dan perasaan tidak suka terhadap kelompok lain juga meningkat.Demikan pula akhirnya prasangka diperkuat.Sebagai upaya meningkatkan harga diri, seseorang akan selalu berusaha untuk memperoleh identitas sosial yang positif. Upaya meningkatkan identitas sosial yang positif itu diantaranya dengan membesar-besarkan kualitas kelompok sendirisementara kelompok lain dianggap kelompok yang inferior. Secara alamiah memang selalu terjadi in group bias yakni kecenderungan untuk menganggap kelompok lain lebih memiliki sifat-sifat negatif atau kurang baik dibandingkan kelompok sendiri. Tidak setiap orang memiliki derajat identifikasi yang sama terhadap kelompok. Ada yang kuat identifikasinya dan ada pula yang kurang kuat. Orang dengan identifikasi social yang kuat terhadap kelompok cenderung untuk lebih berprasangka daripada orang yang identifikasinya terhadap kelompok rendah. Secara umum derajat identifikasi seseorang terhadap kelompok dibedakan menjadi dua yakni, high identifiers dan low identifiers. High identifiers mengidentifikasikan diri sangat kuat, bangga, dan rela berkorban demi kelompok. Hal ini misalnya ditunjukkan dengan melindungi dan membela kelompok kala mendapatkan imej yang buruk. Dalam situasi yang mengancam kelompok, orang dengan high identifiers akan menyusun strategi kolektif untuk menghadapi ancaman tersebut. Sebaliknya low identifiers kurang kuat mengidentifikasikan kedalam kelompok. Orang dengan identifikasi rendah terhadap kelompok ini akan membiarkan kelompok terpecah-pecah dan melepaskan diri mereka darikelompok ketika berada dibawah ancaman. Mereka juga merasa bahwa anggota-anggota kelompok kurang homogen.Teori identitas sosial memiliki dua prediksi, yaitu : (1)ancaman terhadap hargadiri seseorang akan meningkatkan kebutuhan untuk in group favoritism dan (2)ekspresi in group pada gilirannya meningkatkan harga diri seseorang. MenurutWorchel dan kawan-kawan (2000), biasanya loyalitas dan in group favoritism akan lebih muncul dan lebih intens pada kelompok minoritas daripada kelompok mayoritas.Pada dasarnya, timbulnya in group bias selain bergantung pada tendensiseseorang untuk berinteraksi secara primer dengan anggota kelompok merekasendiri, juga bergantung pada pola interaksi yang ada antar kelompok. Jikainteraksi anatr kelompok jauh, maka gap antar kelompok akan lebar dan dapatmemperbesar kemungkinan timbulnya in group bias. 4. Teori Psikodinamika Menurut teori psikodinamika, prasangka adalah agresi yang dialihkan.Pengalihan agresi terjadi apabila sumber frustasi tidak dapat diserang karena rasatakut dan sumber frustasi itu benar-benar tidak ada. Prasangka juga dapat timbulakibat terganggunya fungsi psikologis dalam diri individu tersebut.Berdasarkan teori psikodinamika, prasangka timbul karena adanya rasafrustasi dan kepribadian yang otoriter : A. Teori Frustasi. Menurut teori frustasi, prasangka merupakan manifestasi dari “displaced aggression” sebagai akibat dari frustasi. Asumsi dasar teori ini adalah jika tujuanseseorang dirintangi atau dihalangi, maka individu tersebut akan mengalamifrustasi. Frustasi yang dialami akan membawa individu tersebut pada perasaanbermusuhan terhadap sumber penyebab frustasi. Hal itulah yang menyebabkanindividu seringkali mengkambing hitamkan individu lain yang kurang memilikikekuasaan. B. Kepribadian OtoriterAdorno, Frenkel, Brunswick, Levinson dan Sanfok (1950) pada bukunya yangberjudul The Authoritarian Personality menyebutkan bahwa prasangka adalahhasil dari karakteristik kepribadian tertentu yang disebut dengan istilahkepribadian otoriter. Tipe kepribadian ini ditandai dengan super ego yang ketatdan kaku, id yang kuat, dan struktur ego yang lemah. Kepribadian otoriterberkembang karena perasaan bermusuhan yang latent kepada oarng tua yang rigid (kaku) dan tidak terlalu banyak menuntut.Sebagai contoh, anak yang memiliki orang tua dangan pola pengasuhanotoriter akan memiliki anggapan bahwa orang tua selalu benar karena memilikikuasa akan dirinya dirumah. Hal itu dapat menyebabkan permusuhan dasar anak terhadap orang tuanya. Namun karena anak tidak berani untuk mengarahkan permusuhannya langsung kepada orang tuanya, ia akan mengarahkan permusuhanitu kepada temannya yang lemah atau tidak memiliki kekuasaan. 5. Teori Kategorisasi Sosial Dunia merupakan kekompleksan yang tiada batas. Melalui kategorisasi kita membuatnya menjadi sederhana dan bisa kita mengerti. Melalui kategorisasi kita membedakan diri kita dengan orang lain, keluarga kita dengan keluarga lain,kelompok kita dengan kelompok lain, etnik kita dengan etnik lain. Pembedaan kategori ini bisa berdasarkan persamaan atau perbedaan. Misalnya persamaan tempat tinggal, garis keturunan, warna kulit, pekerjaan, kekayaan yang relatif sama dan sebagainya akan dikategorikan dalam kelompok yang sama. Sedangkan perbedaan dalam warna kulit, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan,tingkat pendidikan dan lainnya maka dikategorikan dalam kelompok yang berbeda. Mereka yang memiliki kesamaan dengan diri kita akan dinilai satu kelompok dengan kita atau in group . Sedangkan mereka yang berbeda dengan kita akan dikategorikan sebagai out group. Seseorang pada saat yang sama bias dikategorikan dalam in group ataupun out group sekaligus. Misalnya Sandi adalah tetangga kita, jadi sama-sama sebagai anggota kelompok pertetanggaan lingkungan RT. Pada saat yang sama ia merupakan lawan kita karena ia bekerja pada perusahaan saingan kita. Jadi, Sandi termasuk satu kelompok dengan kita (ingroup) sekaligus bukan sekelompok dengan kita (out group) . Kategorisasi memiliki dua efek fundamental yakni melebih-lebihkan perbedaan antar kelompok dan meningkatkan kesamaan kelompok sendiri. Perbedaan antar kelompok yang ada cenderung dibesar-besarkan dan itu yang sering di ekspos sementara kesamaan yang ada cenderung untuk diabaikan. Disisilain kesamaan yang dimiliki oleh kelompok cenderung sangat dilebih-lebihkan dan itu pula yang selalu diungkapkan. Sementara itu perbedaan yang ada cenderung diabaikan. Sebagai contoh perbedaan antara etnik jawa dan etnik batak akan cenderung di lebih-lebihkan, misalnya dalam bertutur kata dimana etnis jawa lembut dan etnis Batak kasar. Lalu, orang-orang seetnis cenderung untuk merasa sangat identik satu sama lain padahal sebenarnya diantara mereka relatif cukup berbeda. Ukuran kelompok adalah faktor penting dalam menilai apakah diantara anggota-anggotanya relatif sama ataukah plural. Kelompok minoritas menilai dirinya lebih similar dalam kelompok, sementara kelompok mayoritas menilai dirinya kurang similar. Anggota kelompok minoritas juga mengidentifikasikan diri lebih kuat ke dalam kelompok ketimbang anggota kelompok yang lebih besar. Kelompok yang minoritas juga menilai dirinya lebih berada di dalam ancaman dibanding kelompok yang lebih besar. Keadaan ini menyebabkan kelompok minoritas tidak mudah percaya, sangat berhati-hati dan lebih mudah berprasangka terhadap kelompok mayoritas. Kecemasan berlebih itu tidak kondusif dalam harmonisasi hubungan sosial. Karena sebagaimana yang dikatakan oleh Islam dan Hewstone (1993) hubungan yang cenderung meningkatkan kecemasan akan mengurangi sikap yang baik terhadap kelompok lain. Pengkategorian cenderung mengkontraskan antara dua pihak yang berbeda. Jika yang satu dinilai baik maka kelompok lain cenderung dinilai buruk. Kelompok sendiri biasanya akan dinilai baik, superior, dan layak dibangga kanuntuk meningkatkan harga diri. Sementara itu disaat yang sama, kelompok lain cenderung dianggap buruk, inferior, dan memalukan. Keadaan ini bias menimbulkan konflik karena masing-masing kelompok merasa paling baik. Keadaan konflik ini baik terbuka ataupun tidak melahirkan prasangka. Oakes, Haslam & Turner (1994) menyatakan bahwa kategorisasi sosial juga akanmelahirkan diskriminasi antar kelompok jika memenuhi kondisi berikut : Derajat subjek mengidentifikasi dengan kelompoknya. Semakin tinggi derajat identifikasi terhadap kelompok semakin tinggi kemungkinan melakukan diskriminasi. Menonjol tidaknya kelompok lain yang relevan. Bila kelompok yang relevan cukup menonjol maka kecenderungan untuk terjadi diskriminasi juga besar. Derajat dimana kelompok dibandingkan pada dimensi-dimensi itu (kesamaan,kedekatan, perbedaan yang ambigu). Semakin sama, semakin dekat, dan semakin ambigu yang dibandingkan maka kemungkinan diskriminasi akan mengecil. Penting dan relevankah membandingkan dimensi-dimensi dengan identitas kelompok. Semakin penting dan relevan dimensi yang dibandingkan dengan identitas kelompok maka kemungkinan diskriminasi juga semakin besar.Status relatif in group dan karakter perbedaan status antar kelompok yang dirasakan. Semakin besar perbedaan yang dirasakan maka diskriminasi juga semakin mungkin terjadi 6. Teori Perbandingan Sosial Kita selalu membandingkan diri kita dengan orang lain dan kelompok kitadengan kelompok lain. Hal-hal yang dibandingkan hampir semua yang kita miliki,mulai dari status sosial, status ekonomi, kecantikan, karakter kepribadian dansebagainya. Konsekuensi dari pembandingan adalah adanya penilaian sesuatulebih baik atau lebih buruk dari yang lain. Melalui perbandingan sosial kita jugamenyadari posisi kita di mata orang lain dan masyarakat. Kesadaran akan posisiini tidak akan melahirkan prasangka bila kita menilai orang lain relatif memilikiposisi yang sama dengan kita. Prasangka terlahir ketika orang menilai adanyaperbedaan yang mencolok. Artinya keadaan status yang tidak seimbanglah yangakan melahirkan prasangka (Myers, 1999). Dalam masyarakat yang perbedaankekayaan anggotanya begitu tajam prasangka cenderung sangat kuat. Sebaliknyabila status sosial ekonomi relatif setara prasangka yang ada kurang kuat.Para sosiolog menyebutkan bahwa prasangka dan diskriminasi adalah hasildari stratifikasi sosial yang didasarkan distribusi kekuasaan, status, dan kekayaanyang tidak seimbang diantara kelompok-kelompok yang bertentangan (Manger,1991). Dalam masyarakat yang terstruktur dalam stratifikasi yang ketat, kelompok dominan dapat menggunakan kekuasaan mereka untuk memaksakan ideologiyang menjustifikasi praktek diskriminasi untuk mempertahankan posisimenguntungkan mereka dalam kelompok sosial. Hal ini membuat kelompok dominan berprasangka terhadap pihak-pihak yang dinilai bisa menggoyahkanhegemoni mereka. Sementara itu kelompok yang didominasipun berprasangkaterhadap kelompok dominan karena kecemasan akan dieksploitasi 7. Teori Biologi. Menurut pendekatan ini prasangka memiliki dasar biologis. Hipotesisnya adalah bahwa kecenderungan untuk tidak menyukai kelompok lain dan hal-hal lain yang bukan milik kita merupakan warisan yang telah terpetakan dalam genkita. Pendekatan biologis ini berasal dari sosiobiologi. Rushton dalam Baron danByrne (1991) mengistilahkan pendekatan ini sebagai genetic similarity theory . Asumsi dari teori ini adalah bahwa gen akan memastikan kelestariannya dengan mendorong reproduksi gen yang paling baik yang memiliki kesamaan. Bukti dari hal ini adalah bisa dilacaknya nenek moyang kita melalui DNA karena kita dengan nenek moyang kita memiliki kesamaan gen. Maka, menurut teori ini orang-orang yang memiliki kemiripan satu sama lain atau yang menunjukkan pola sifat yang mirip sangat mungkin memiliki gen-gen yang lebih serupa dibandingkan dengan yang tidak memiliki kemiripan satu sama lain. Misalnya orang-orang yang berasal dari etnik yang sama memiliki gen yang relatif lebih mirip daripada dengan orang dari etnik yang berbeda. Menurut teori kesamaan gen, faktor kesamaaan gen dalam satu etnik dimungkinkan sebagai faktor yang menyebabkan individu berperilaku lebih murah hati terhadap anggota etniknya daripada kepada etnis yang berbeda. Rushton juga menyebutkan bahwa ketakutan dan kekurang percayaan terhadap orang asing telah terpola dalam gen, sebab meskipun orang asing tidak membahayakan sama sekali, kecenderungan curiga dan tidak percaya tetap ada. Hal ini memberikan kontribusi nyata terhadap munculnya prasangka. Banyak ilmuwan menolak teori sosiobiologis. Teori ini dinilai tidak bias dipertanggungjawabkan. Mereka yang menolak berpendapat bahwasanya prasangka semata-mata merupakan produk dari adanya interaksi sosial dan kecenderungan kepribadian tertentu. 8. Deprivasi Relatif Deprivasi relatif adalah keadaan psikologis dimana seseorang merasakan ketidakpuasan atas kesenjangan atau kekurangan subjektif yang dirasakannya pada saat keadaan diri dan kelompoknya dibandingkan dengan orang atau kelompok lain. Keadaan deprivasi bisa menimbulkan persepsi adanya suatu ketidakadilan. Sedangkan perasaan mengalami ketidakadilan yang muncul karena deprivasi akan mendorong adanya prasangka (Brown, 1995). Misalnya di suatu wilayah, sekelompok etnis A bermata pencaharian sebagai petani padi sawah. Masing-masing keluarga etnik tersebut mengerjakan sawah seluas 2 ha. Rata-rata hasil panen yang didapatkan setiap kali panen (1 kali setahun) adalah 8 ton padi. Mereka sangat puas dengan hasil tersebut dan merasa beruntung. Kemudian datanglah sekelompok etnis B yang juga mengerjakan sawah di wilayah itu dengan luas 2 ha per keluarga. Ternyata, hasil panenan kelompok etnis B jauh lebih banyak (14 ton sekali panen). Sejak itu muncullah ketidakpuasan etnis A terhadap hasil panennya karena mengetahui bahwa etnis B bisa panen lebih banyak. Ketidakpuasan yang dialami etnis A itu merupakan deprivasi relatif. Pada awal kedatangan etnis B, mereka disambut baik oleh etnis A. Akan tetapi setelah etnis B berhasil memanen padi di sawah barunya, mulailah timbul ketidaksukaan etnis A terhadap etnis B. Etnis A menuduh etnis B berkolusi engan petugas pengairan sehingga mendapatkan pengairan yang lebih baik karenanya hasil panennya lebih baik. Etnis A mulai merasakan adanya perlakuan yang tidak adil dari petugas pengairan terhadap mereka, meski sebenarnya tidak ada pembedaan perlakuan dari petugas tesebut. Tidak hanya itu, dalam berbagai hal etnis A pun jadi berprasangka terhadap etnis B, dan mulai tidak menerima kehadiran etnis B. Contoh diatas menggambarkan timbulnya prasangka akibat dari deprivasi relatif. Hal demikian seringkali terjadi terutama di daerah-daerah dimana terdapat penduduk asli dan penduduk pendatang yang cukup besar. Contoh paling bagus adalah daerah transmigrasi dimana penduduk asli tinggal tidak jauh dari sana. Sepanjang kondisi ekonomi penduduk asli masih lebih baik daripada transmigran,penerimaan penduduk asli terhadap transmigran akan berjalan baik. Akan tetapi begitu kondisi ekonomi pendatang menjadi lebih baik daripada penduduk asli maka mulai timbullah deprivasi relatif dari penduduk asli, hal mana mulai menimbulkan prasangka dan berbagai gejolak lainnya. Cara Mengurangi Prasangka Sosial Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan mencegah timbulnya prasangka, yaitu : 1. Melalukan kontak langsung 2. Mengajarkan pada anak untuk tidak membenci 3. Mengoptimalkan peran orang tua, guru, individu dewasa yang dianggap penting oleh anak dan media massa untuk membentuk sikap menyukai atau idak menyukai melalui contoh perilaku yang ditunjukkan (reinforcement positive). 4. Menyadarkan individu untuk belajar membuat perbedaan tentang individu lain, yaitu belajar mengenal dan memahami individu lain berdasarkankarakteristiknya yang unik, tidak hanya berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok tertentu. Menurut Worchel dan kawan-kawan (2000), upaya tersebut akan lebih efektif jika dibarengi dengan kebijakan pemerintah melalui penerapan hukum yang menjunjung tinggi adanya persamaan hak dan pemberian sanksi pada tindakan diskriminasi baik berdasarkan ras, suku, agama, jenis kelamin, usia, dan faktor-faktor lainnya.Alasan-alasan yang mendasari hukum dapat mengurangi prasangka adalah : 1. Hukum membuat diskriminasi menjadi perbuatan ilegal, sehingga akan mengurangi tindakan yang memojokkan pada kehidupan anggota-anggota minoritas. 2. Hukum membantu untuk menetapkan atau memantapkan norma-norma dalam masyarakat, yaitu hukum berperan dalam mendefinisikan jenis-jenis perilaku yang dapat diterima atau tidak dapat diterima dalam masyarakat. 3. Hukum mendorong konformitas terhadap perilaku yang non diskriminatif,yang mungkin pada akhirnya akan menghasilkan internalisasi sikap tidak berprasangka melalui proses persepsi diri atau pengurangan disonansi Dampak Prasangka Sosial Prasangka sosial menurut Rose, (dalam Gerungan, 1981) dapat merugikan masyarakat secara dan umum dan organisasi khususnya. Hal ini terjadi karena prasangka sosial dapat menghambat perkembangan potensi individu secara maksimal. Selanjutnya Steplan (1978) menguraikan bahwa prasangka sosial tidak saja mempengaruhi perilaku orang dewasa tetapi juga anak-anak sehingga dapat membatasi kesempatan mereka berkembang menjadi orang yang memiliki toleransi terhadap kelompok sasaran misalnya kelompok minoritas. Rosenbreg dan Simmons, (1971) juga menguraikan bahwa prasangka sosialakan menjadikan kelompok individu tertentu dengan kelompok individu lain berbeda kedudukannya dan menjadikan mereka tidak mau bergabung atau bersosialisasi. Apabila hal ini terjadi dalam organisasi atau perusahaan akan merusak kerjasama. Selanjutnya diuraikan bahwa prasangka sosial dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama karena prasangka sosial merupakan pengalaman yang kurang menyenangkan bagi kelompok yang diprasangkai tersebut. Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tentang dampak prasangka sosialdi atas adalah bahwa dengan adanya prasangka sosial akan mempengaruhi sikapdan tingkah laku seseorang dalam berbagai situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorang atau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggu kerjasama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapat terealisir dengan baik. PENUTUP A. Kesimpulan Prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individuyang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangkasosial ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya ataukelompoknya. Prasangka sosial memiliki kualitas suka dan tidak suka pada obyek yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilakuseseorang yang berprasangka tersebut.Ciri-ciri prasangka sosial menurut Brigham (1991) dapat dilihat darikecenderungan individu untuk membuat kategori sosial ( social categorization ).Kategori sosial adalah kecenderungan untuk membagi dunia sosial menjadi duakelompok, yaitu “kelompok kita” ( in group ) dan “kelompok mereka” ( out group ). In group adalah kelompok sosial dimana individu merasa dirinya dimiliki ataumemiliki (“kelompok kami”). Sedangkan out group adalah grup di luar grupsendiri (“kelompok mereka”).Sumber penyebab prasangka secara umum dapat dilihat berdasarkan tigapandangan, yaitu :1. Prasangka Sosial2. Prasangka Emosional3. Prasangka Kognitif Proses pembentukan prasangka sosial menurut Mar’at (1981) dipengaruhi olehbeberapa faktor yaitu;1. Pengaruh Kepribadian2. Pendidikan dan Status3. Pengaruh Pendidikan Anak oleh Orangtua4. Pengaruh Kelompok 5. Pengaruh Politik dan Ekonomi6. Pengaruh Komunikasi7. Pengaruh Hubungan Sosial 25Prasangka merupakan hasil dari interaksi sosial, maka prasangka sebagianbesar disebabkan oleh faktor sosial. Berikut terdapat beberapa teori psikologi yangdapat menjelaskan bagaimana faktor sosial yang telah dijelaskan diatas dapatmenyebabkan munculnya prasangka dan mengapa prasangka muncul dalaminteraksi sosial, yaitu : teori konflik realistik, teori belajar sosial, teori kognitif,teori psikodinamika, teori kategorisasi sosial, teori perbandingan sosial, teoribiologi dan devrisasi relatif.Dengan adanya prasangka sosial akan mempengaruhi sikap dan tingkah lakuseseorang dalam berbagai situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorangatau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggukerjasama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapatterealisir dengan baik DAFTAR PUSTAKA Dayakisni, Tri dan Hudainah. (2006). Psikologi Sosial. Malang : UMM Press.Mendatu, Achmanto. Mendefinisikan Prasangka[Online]. Tersedia :http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/ mendefinisikan-prasangka.html (12 Desember 2008).Mendatu, Achmanto. Sebab Munculnya Prasangka [Online]. Tersedia :http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/sebab-munculnya-prasangka.html (12 Desember 2008). Robert, A. Baron dan Donn Byrne. (2004). Psikologi Sosial Edisi kesepuluh Jilid1. Jakarta : Erlangga.Robert J, Sternberg. (2001). Psychology “ Search of The Human Mind” ThirdEdition. Harcout College Publisher. USA._______. (2004). Prasangka Sosial [Online]. Tersedia :http://library.usu.ac.id/download/fisip/kesos-irmawati3.pdf (12 Desember2008

Minggu, 10 Juni 2012


17:24 | Author: Soleh Amini Yahman, M.si. PSi

Drs. Soleh Amini Yahman. MSi.

Hal hal yang kita bicarakan pada pembahasan terdahulu (baca : sub bab :Persepsi Sosial) adalah hal-hal yang terkait dengan bagaimana kita membentuk kesan atas kehadiran orang lain secara dangkal. Dalam kehidupan kita sehari hari kita tidak hanya berhungan dengan kesan skilas di saat kita berjumpa dengan orang. Kita ingin sekali memahami perilaku orang lain sevcara mendalam, kenapa orang berperilaku dengan cara atau hasil tertentu. Upaya untuk memahami penyebab ini sangat terkait dengan proses Atribusi.

Kajian tentang atribusi pada awalnya dilakukan oleh Fritz Haider (1925). Menurut Haider, setiap individu pada dasarnya adalah seorang ilmuwan semu (pseudo scientist). Yang berusaha untuk mengerti tingkah laku orang lain dengan mengumpulkan dan memadukan potongan-potongan informasi sampai mereka tiba pada sebuah penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab orang lain bertingkah laku tertentu. Dengan kata lain seseorang itu selalu berusaha untuk mencari sebab kenapa seseorang berbuat dengan cara-caratertentu. Misalkan kita melihat ada seseorang melakukan pencurian. Sebagai manusia kita ingin mengetahui penyebab kenapa dia sampai berbuat demikian. Dua focus perhatian di dalam mencari penyebab suatu kejadian, yakni sesuatu didalam diri atau sesuatu di luar diri. Apakah orang tersebut mlakukan pencurian karena sifat dirinya yang memang suka mencuri, ataukah karena factor diluar dirinya, dia mencuri karenadipaksa situasi, misalnya karena dia harus punya uang untuk membiayai pengobatan anaknya yang sakit keras. Bila kita (individu) melihat/menyimpulkan bahwa seseorang itu melakukan suatu tindakan karena sifat-sifat kepribadiannya (suka mencuri) maka kita (individu) tersebut melakukan atribusi internal (internal attribution). Tetapi jika kita (individu) melihat atau menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh seseorang dikarenakan oleh tekanan situasi tertentu (misalnya mencuri untuk beli obat) maka kita melakukan atribusi ekternal (external attribution)
Proses atribusi telah menarikperhatian para pakar psikologi sosia dan telah menjadi objek penelitian yang cukup intensif dalam beberapa decade terakhir. Cikal bakal teori atribusi berkembang dari tulisan fritz Heider ( 1958) yang berjudul “Psychology of Interpersonal relations”Dalam tulisan tersebut Heidr menggambarkan apa yang disebutnya “naïve theory of action” , yaitu kerangka kerja konseptual yang digunakan orang untuk menafsirkan, mrnjrlaskandan meramalkan tingkah laku seseorang. Dalam kerangka kerja ini , konsept intensional (seperti keyakinan, hasrat, niat, keinginan untuk mencoba dan tujuan) memainkan peran penting.
Menurut Heider ada dua sumber atribusi terhadap tingkah laku : (1). Atribusi internal atau atribusi disposisional (2): atribusi ekternal atau atribusi mlingkungan. Pada tribusi internal kita menyimpulkan bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh sifat-sifat atau disposisi (unsure psikologis yang mendahului tingkah laku). Pada atribusi ekternal kita menyimpulkan bahwa tingkah laku seseorang disebabkan oleh situasi tempat atau lingkungan orang itu berada.

Dua teori yang paling menojol dari segi konsep dan penelitian akan dibicarakan dalam sub-suba bab berikut ini, yaitu teori inferensi terlait (correspondence inference) dari Jones dan Davis (19650 dan teori ko-variasi Kelley (kelly’s covarioance Theory) yang dirumuskan oleh Harlod Kelly (1972).

Teori Inferensi Terkait (correspondence inference thepry)
Analisa tentang bagaimana orang menyimpulkan disposisi dari tingkah laku dilakukan oleh Jones and Davis (1965). Mereka melihat putusan-putusan dari intensi sebagai syarat dari putusan-putusan tentang disposisi. Akan tetapi studi lebih diarahkan kepada factor disposisional pada kajian selanjutnya.
Teori ini dikembangkan oleh Jones and Davies bermula dari asumsi bahwa seseorang mengobservasi perilaku orang lain dankemudian menarik kesimpulan tentang disposisi 9ciri-ciri sifat) kepribadian orang yang diamati tersebut.. Dengan kata lainteori inferensi terkait ini menjelaskan tentang bagaimana kita menarik kesimpulan temntang orang lain melalu observasi atau pengamatan terhadap orang lain tersebut. Sifat kepribadian tersebut (disposisi) inipun diasumsikankehadiran/keberadaannya stabil pada diri orang itu dan berlaku dari satu situasi ke situasi lainnya

Ada beberapa factor yang dapat dijadikan dasar untuk menarik suatu kesimpulan tentang apakah suatu perbuatan disebabkan oleh sifat kepribadian ataukah disebabkan oleh tekanan situasi.. bila factor-faktor berikut ini hadir( ada) disaat seseorang melakukan perbuatan atau tindakan, maka dapat dipastikan perbuatan/tindakan tersebut disebabkan karena factor sifat-sifat kepribadian (disposisi) orang tersebut. Apa sajakah ketiga factor tersebut ?

1. Non Common Effect (tindakan yang tidak umum/ora sak umume uwong)
2. freely chosen act ( tindakan atas pilihan sendiri)
3. Low social desirability (tindakan yang menyimpang kebiasaan)
Penjelasan

1. Non common effect
Apa yang dimaksud dengan non-common effect (hal-hal yang memberi dampak yang kurang umum), yaitu situasi dimana penyebab dari tindakan yang dilakukan oleh seseorang adalah sesuatu yang tidak disukai oleh kebanyakan orang pada umumnya. Sebagai contoh misalnya , jika anda seorang pria memutuskan untuk menikahi seorang gadis yang cantik berusia masih muda dan berbudi pekerti luhur, maka dlam hal ini tidak ada hal-hal umum yang anda langgar. Artinya anda melakukan suatu hal yang lazim dan disukai umum. Sangat sulit bagi kita untuk mengatakan pilihan anda menikahi gadis tersebut karena sifat keribadian pria tersebut. Pria pada umumnya akan mau dan dengan senang hati menikahi gadis yang memiliki cirri-ciri demikian. Tetapi kalau seandainya seorang pria menikahi wanita pintet, kaya, tua dan buruk rupanya (tidak cantik), orang akan segera saja menyimpulkan bahwa pria itu memiliki sifat-sifat kepribadian yang materialistic (menyukai kekayaan si wanita). Kenapa demikian ? Karena biasanya pria tidak menyukai wanita tua yang rupanya jelak untuk dijadikan istri. Sifat-sifat yang tidak umum ini (tua dan jelek) inilah yang disebut non-common effect

2. Freely Chosen act
Dalam kehidupan keseharian kita, kadang kita menyaksikan banyak orang yang berbuat atau bertindak tidak atas keputusannya sendiri, tidak sedikit orang yang bertindak atau berbuat karena desakan atau paksaan situasi. Sebagai contoh misalnya dalam kisah cinta siti nurbaya seorang wanita muda harus menikah dengan Datuk maringgih, seorang duda tua yang kaya raya. Nurbaya menikah karena dipaksa oleh orang tuanya demi melunasi hutang-hutangnya. Dalam kasus ini sangat sulit bagi kita untuk mengatakan bahwa Nurbaya adalah perempuan yang materialistic yang hanya mengejar harta benda sang datuk. Tetapi mjika Nurbayasendiri yang iningin menikah dengan duda tersebut sedangkan orang tuanya tidak menyarankan atau bahkan mungkin melarangnya, maka dengan mudah kita menarik kesimpulan bahwa wanita itu materilistik. Tindakan untuk menikah dengan datuk maringgih adalah tindakan yang dilakukan atas pilihan sendiri, bukan karena tekanan situasi..
3. Low Social desirability (tindakan atau perbuatan yang menyimpang kebiasaan)
Suatu ketika kita melihat seseorang berperilaku aneh, tidak wajar dan tidak sebagaimana mestinya. Dengan kata lain tindakan atau perbuatannya itu menyimpang dari kebiasaan umum. Misalnya ketika seseorang menghadiri upacara kematian (layat/takziyah-jw) semestinya orang tersebut harus menujukkan wajah sedih dan berempati atas kematian anggota keluarga si tuan rumah. Jika seseorang menujukkan ekpresi demikian akan sulit bagi kita untuk mengatakan bahwa seseorang tadi kepribadiannya penuh empati dan simpati. Mengapa demikian ? karena dalam situasi layatan setiap orang dituntut untuk berbuat demikian. Tetapi kalau seseorang dalam layatan tersebut lalau menujukkan kegembiraan dengan tertawa-tawa, bahkan terbahak-bahak di saat orang lain susah maka dalam situasi ini akan mudah bagi kita untuk menarik kesimpulan bahwa kepribadian orang tersebut tidak beres. Kita akan dengan mudah menarik kesimpulan bahwa seseorang memiliki sifat keribadian tertentu bila dia berbuat menyimpang dari kebiasaan umum.

Teori ko-variasi Kelley (kelley’s covariation theory)
Harlod Kelley dalam teoriny menjelaskan tentang bagaimana orang menarik kesimpulan tentang “apa yang menjadi sebab” apa yang menjadi dasar seseorang melakukan suatu perbuatan atau memutuskan untuk berbuat dengan cara-cara tertentu. Menurut Kelley ada tiga factor yang menjadi dasar pertimbangan orang untuk menarik kesimpulan apakah suatu perbuatan atau tindakan itu disebabkan oleh sifat dari dalam diri (disposisi) ataukah disebabkan oleh factor di luar diri. Ketiga factor dasar pertimbangan tersebut adalah :

1. Concensus
Konsensus adalah situasi yang membedakan perilaku seseorang dengan perilaku orang lainnya dalam menghadapi situasi yang sama. Bila seseorang berperilaku sama dengan kebanyakan orang lain, maka perilaku orang tersebut memiliki konsesnsus yang tinggi. Tetapi bila perilaku seseorang tersebut berbeda dengan perilaku kebanyakan orang maka berarti perilaku tersebut memiliki consensus yang rendah. Misalkan saja “pak amin adalah penyuka laweakan yang dimainkan oleh group lawakan Srimulat. Setiap menonton pertunjukan srimulat pak amin selalu tertawa terpingkal-pingkel dan orang-orang lain pun juga tertawa juga.. Dalam contoh ini dpat kita katakana bahwa perilaku pak amin dalam hal tertawa menonton lawakan srimulat berkonsensus tinggi (high concensus). Tetapi bila bila hanya pak amin saja yang tertawa sedangkan orang lain cuma mesam mesem saja alias tidak tertawa, maka perilaku pak amin tersebut memiliki consensus yang rendah.

2. Consistency
Konsistensi adalah suatu kondisi yang menujukkan sejauh mana perilaku seseorang konsisten (ajeg) dari satu situasike situasi yang lain. Dalam contoh di atas, jika pak amin selalu tertawa menonton srimulat pada hari ini atau hari yang lain atau kapanpun pak Amin menonton srimulat selalu tertawa, maka perilaku pak Amin tersebut memiliki konsistensi yang tinggi (high consistency). Semakin konsisten perilaku seseorang dari hari ke hari maka semakin tinggi konsistensi perilaku orang tersebut.

3. Distinctivenss (Keunikan)
Keunikan menujukkan sejauhmana seseorang bereaksi dengan cara yang sama terhadap stimulus atau peristiwa yang berbeda. Dalam contoh di atas, kalau pak Amin tertawa menonton lawakan srimulat, juga tertawa menonton lawakan lainnya (lawakan tukul arwana, ektra vaganza dll) maka dapat dikatakan perilaku pak amin memiliki keunikan yang rendah (low distinctiveness) tetapi kalau pak amin hanya tertawa ketika menonton lawakan srimulat sedangkan terhadapan lawakan lainnya pak amin tidak tertawa, maka perilaku pak amin memiliki keunikan tinggi (high distictiveness). Mengapa demikian ? karena pak amin konsisten hanya tertawa pada srimulat kepada lawakanlainnya meski juga lucune puoool, pak amin tidak tertawa, Cuma mesam mesem…uniq khan .

Kovariasi antar ke tiga factor di atas akan menentukan apakah perilaku seseorang akan diatribusikan sebagai atribusi internal (disebabkan oleh factor dari dalam diri, yakni sifat/dispoisi kepribadian) ataukah disebabkan factor di luar diri atau factor situasi.
Perilaku akan diatribusikan sebagai atribusi internal bila perilaku tersebut memiliki consensus yang rendah, konsistensi tinggi dan keunikan yang rendah. Coba anda perhatikan situasi berikut ini : saya tertawa menonton lawakan srimulat, orang lain tidak tertawa menonton srimulat (konsesnsus rendah). Saya selalu tertawa kapan saja saya menonton srimulat (kosistensi tinggi), dan saya selalu tertawa menonton pertunjukan lawak, tidak hanya srimulat tetapi juga kelompok dagelan lainnya (keunikan rendah). Menurut anda apa sebab saya tertawa. Apakah hal itu lebih disebabkan oleh karena sifat diri saya yang suka dengan lawak, atau karena srimulat yang membuat saya tertawa karena kecanggihan kemapuan srimulat dalam membuat saya tertawa. Tentu saja anda mengatakan karena saya seorang yang suka lawakan, bukan karena kecanggihan kemampuan srimulat dalam membuat saya tertawa. Saya akan tertawa menonton lawakan apa saja, tidak hanya srimulat. Jadi kesimpulannya pada situasi demikian orang akan mengatribusikan penyebab perilaku pada diri saya (atribusi internal)
Dalam situasi bagaimanakah orang akan mengatribusikan penyebab perilaku ke situasi di luar diri (atribusi ekternal). Yaitu bila perilaku ditandai dengan konsesus yang tinggi, konsistensi yang tinggi dan keunikan yang tinggi. Coba kita lihat situasi berikut ini. Saya tertawa menonton srimulat dan orang lain juga tertawa (konsesnsus tinggi), saya selalu tertawa menonton srimulat kapan saja (konsistensi tinggi), saya hanya tertawa menonton srimulat, sedangkan pada lawakanyang lain saya Cuma mesam mesem saja alias tidak tertawa ( keunikan tinggi).
Pada ilustrasi tadi, kira-kira apakah penyebab saya tertawa, apakah karena saya tipe orang yang suka tertawa, ataukah karena memang srimulatnya yang lucu. Dalam situasi demikian ini orang atau anda cenderung untuk mengatakan srimulatlah yang membuat saya tertawa, karena saya tidak tertawa menonton lawakan yang lainnya (atribusi ekternal).